Senin, 10 November 2014

KEBIJAKAN ANGGARAN ATAU ANGGARAN YANG BIJAK (?)

KEBIJAKAN FISKAL DAN APBN: KEBIJAKAN ANGGARAN ATAU ANGGARAN YANG BIJAK?



Tugas Perekonomian Indonesia

Disusun oleh :
ACHMAD HANDYOKO
12020113410010
ARIANTO ADI NUGROHO
12020114410004
CINTAMI RAHMAWATI
12020114410007


MAGISTER ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014







BAB I
PENDAHULUAN

            Kebijakan fiskal merupakan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk menjaga kestabilan perekonomian suatu negara. Kebijakan ini meliputi dua cara yaitu melalui instrumen pengeluaran pemerintah dan pajak. Dalam menstimulus pertumbuhan ekonomi biasanya nengara menggunakan kebijakan fiskal ekspansif yaitu dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah dan menurunkan pajak (Sukirno, 2007).Namun, kebijakan yang biasa digunakan adalah kebijakan melalui pengeluaran pemerintah dengan menerapkan kebijakan defisit.Sedangkan kebijakan pemotongan pajak tampaknya tidak popular di Indonesia ini.
Kebijakan fiskal bertujuan untuk mempengaruhi sisi permintaan agregat suatuperekonomian dalam jangka pendek.Namun kebijakan ini dalam jangka panjang hanya akan menciptakan crowding out dalam perekonomian. Oleh karena itu, kebijakan ini sering digunakan sebagai alat politik.Kebijakan yang diambil hanya bersifat jangka pendek saja.Pemerintahan yang memiliki batas waktu yang singkat membutuhkan kebijkan yang singkat agar dapat memikat rakyat.Dengan adanya kebijakan yang bersifat populis ini pemerintah tersebut dapat berharap bisa terpilih lagi.
Dalam pengelolaan stabilitas makroekonomi, kebijakan fiskal tidak dapat terlepas dari kebijakan kebijakanmoneter (Suryaningsih, 2012).Kebijakan ini selalu berinteraksi demi menciptakan stabilitas perekonomian suatu negara.Walaupun kedua kebijakan ini memiliki kritikan dalam perekonomian, kebijakan ini tetap dibutuhkan untuk memperdalam perspektif dalam memelihara perekonomian suatu negara.
            Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam perekonomian yang dilakukan oleh pemerintah melalui instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember).APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
            Untuk mengetahui anatomi atau struktur kebijakan fiskal setiap tahun, salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah dengan mencermati perkembangan besaran-besaran APBN dari waktu ke waktu.Perkembangan besaran-besaran APBN Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang dapat dikelompokkan ke dalam faktor-faktor yang bersifat internal dan eksternal. Faktor internal meliputi, antara lain: pertama, arah dan strategi kebijakan keuangan negara untuk mewujudkan berbagai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya maupun untuk mencapai sasaran-sasaran yang ditetapkan dalam perencanaan jangka menengah (RPJM) dan jangka panjang (RPJP). Kedua, kapasitas dan struktur penerimaan negara. Ketiga, struktur dan komposisi belanja negara serta kemampuan dalam pengendalian dan pengelolaannya. Keempat, kemampuan dalam penggalian dan pencarian sumber-sumber pembiayaan anggaran. Kelima, perkembangan kondisi ekonomi nasional dan faktor-faktor non-ekonomi. Sementara itu, faktor eksternal yang turut mempengaruhi perkembangan APBN di antaranya meliputi kondisi ekonomi global, terutama nilai tukar antar mata uang kuat dunia, harga dan permintaan minyak mentah di pasar internasional, serta suku bunga internasional.
            Anatomi kebijakan fiskal ini kiranya sangat penting untuk diteliti karena kebijakan ini sangat berpengaruh terhadap perekonomian seperti yang dikatakan Keynes.Sebelumnya seperti yang dikemukakan ekonom klasik pemerintah dipandang tidak memiliki banyak pengaruh dalam perekonomian.Peran pemerintah pada saat itu hanya untuk mengalokasikan sumber daya finansial dari sektor swasta ke sektor pemerintahan saja. Sesuai denga hukum Say dijelaskan bahwa “supply created own demand” sehingga perekonomian akan berada di kondisi full employment dimana setiap tambahan pengeluaran pemerintah akan menyebabkan penurunan pengeluaran swasta dan tidak akan mengubah pendapatan agregat (Sukirno, 2007).
            Pandangan tersebut kemudian diubah oleh Keynes dan sejak saat itu ekonom mulaimenekankan dampak makro atas pengeluaran dan pajak pemerintah.Keynes menekankanbahwa kenaikan pengeluaran pemerintah tidak hanya memindahkan sumber daya dari sektorswasta ke pemerintah.Selain itu, Keynes juga mengemukakan adanya dampak berganda (multiplier effect) dari pengeluaran tersebut.
            Memahami betapa pentingnya kebijkan fiskal sebagai alat kebijakan politik untuk menarik simpati masyarakat maka makalah ini menjadi penting untuk dibahas.Apakah benar kebijakan fiskal dan APBN merupakan kebijakan anggaran untuk menarik partisipasi masyarakat dengan harapan pemerintahan tersebut dapat terpilih lagi diperiode kedepan atau kebijkan fiskal dan APBN merupakan anggaran yang bijak untuk menciptakan pereokonomian yang baik dalam jangka panjang. Oleh karena itu didalam makalah ini akan dijelaskan bagaimana potret kebijkan anggaran dalam 10 tahun terakhir dan dihubungkan dengan prestasi apa saja yang telah dicapai dalam 10 tahun musim anggaran pemerintah.



BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1  Kebijakan Fiskal dalam Pasar Uang Klasik
Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang mengatur tentang anggaran pemerintah yang terdiri dari pengeluaran pemerintah dan pajak.Ekonom klasik menganggap bahwa kebijakan yang baik berawal dari pengeluaran pemerintah. Pemerintah sama halnya seperti industri dan rumah tangga sama sama memiliki batas anggaran dalam melaksanakan kegiatan dalam hal ini menjalankan pemerintahan. Pemerintah juga harus dapat membiayai semua pengeluaran yang digunakan untuk menjalankan pemerintah.Pemerintah memiliki tiga sumber pembiayaan yaitu melalui pajak, menerbitkan obligasi dan mencetak uang.
Untuk meningkatkan pengeluaran pemerintah harus meningkatkan pendapatan dari pajak, menjual obligasi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan mencetak uang.Namun, untuk menghindari dari perubahan kebijakan moneter kebijakan yang bisa dilakukan hanya melalui penerbitan obligasi. Oleh karena itu peningkatan pengeluaran pemerintah dalam hal ini akan dibiayai melalu penerbitan obligasi.
Melalui analisis ini, penerbitan obligasi yang digunakan untuk menutup pengeluaran pemerintah tidak akan mempengaruhi kondisi keseimbangan antara tingkat output dan tingkat harga. Dalam keseimbangan antara penawaran agregat dan permintaan agregat peningkatan  pengeluaran pemerintah tidak akan mempengaruhi tingkat output dalam perekonomian








Text Box: I + ( G-T)

Grafik 2.1 Dampak Peningkatan Pengeluaran Pemerintah dalam Model Klasik





















Sumber: Froyen (2002)
Gambar tersebut menjelaskan tentang dampak peningkatan pengeluaran pemerintah yang dibiayai melalui obligasi dalam pasar uang.Jika pengeluaran pemerintah lebih besar dari pajak maka menunjukan anggaran defisit (G-T). Asumsi sebelum ada peningkatan pengeluaran pemerintah perekonomian berada dalam kesimbangan (G = T), tidak ada pinjaman pemerintah, tingkat bunga berada pada r0 dan hanya ada investasi pada sisi permintaan dipasar uang. Saat terjadi peningkatan pengeluaran pemerintah, permintaan pada pasar uang meningkat bukan hanya investasi saja tapi pinjaman pemerintah sebagai dampak dari anggaran yang defisit sehingga kurva AD bergeser ke kanan atas.
Bergesernya AD ke titik kesimbangan baru (F) menyebabkan terjadinya excess demanddi pasar uang yang akhirnya meningkatkan tingkat suku bunga (r0àr1).Perubahan tingkat bunga ini yang akhirnya menyebabkan penurunan investasi dan tingkat konsumsi.Dampak inilah yang menjadikan kebijakan fiskal hanya berpengaruh dalam jangka pendek saja namun dalam jangka panjang menyebabkan crowding out dalam perekonomian.
Sama halnya jika anggaran defisit di biayai dengan pemotongan pajak. Pendapatan disposibel rumah tangga akan meningkat dan permintaan agregat meningkat. Namun pemerintah akan kehilangan pendapat yang berasal dari pajak. Sehingga dalam jangka panjang perekonomian juga akan mengalami crowding out. Bila pendapatan yang hilang dari pemotongan pajak di biayai dengan mencetak uang baru, sama seperti peninhkatan pengeluaran pemerintah, uang yang tercipta akan meningkatkan agregad demand dan hasilnya akan meningkatkan harga dipasar.
2.2  Kebijakan Fiskal dalam Pasar Uang dan Barang Keynesian
Literatur yang ada mengelompokkan dampak kebijakan fiskal menjadi dua yaitu dampak terhadap sisi permintaan (demand side effect) dan dampak terhadap sisi penawaran (supply side effect).Dampak kebijakan fiskal terhadap sisi penawaran mempunyai implikasi jangka panjang.Kebijakan fiskal yang berorientasi untuk meningkatkan supply side dapat mengatasi masalah keterbatasan kapasitas produksi dan karena itu dampaknya lebih bersifat jangka panjang.
            Dampak kebijakan fiskal terhadap perekonomian melalui pendekatan permintaan agregat diterangkan melalui pendekatan Keynes. Pendekatan Keynesian mengasumsikan adanya price rigidity dan excess capacity sehingga output ditentukan oleh permintaan agregat (demand driven). Keynes menyatakan bahwa dalam kondisi resesi, perekonomian yang berbasis mekanisme pasar tidak akan mampu untuk pulih tanpa intervensi dari Pemerintah. Kebijakan moneter tidak berdaya untuk memulihkan perekonomian karena kebijakan hanya bergantung kepada penurunan suku bunga sementara dalam kondisi resesi tingkat suku bunga umumnya sudah rendah dan bahkan dapat mendekati nol.
            Dalam pendekatan Keynes, kebijakan fiskal dapat menggerakkan perekonomian karena peningkatan pengeluaran pemerintah atau pemotongan pajak mempunyai efek multiplier dengan cara menstimulasi tambahan permintaan untuk barang konsumsi rumah tangga. Demikian pula halnya apabila pemerintah melakukan pemotongan pajak sebagai stimulus perekonomian. Pemotongan pajak akan meningkatkan disposable income dan pada akhirnya mempengaruhi permintaan.Kecenderungan rumah tangga untuk meningkatkan konsumsi dengan meningkatkan marginal prospensity to consume (mpc), menjadi rantai perekonomian untuk peningkatan pengeluaran yang lebih banyak dan pada akhirnya terhadapoutput.
            Government spending multiplier dinyatakan sebagai 1/(1-mpc), dan dari formula ini terlihat bahwa semakin besar mpc maka semakin besar pula dampak dari pengeluaran pemerintah terhadap GDP.Sementara itu efek multiplier dari pemotongan pajak (tax cut multiplier) dinyatakan sebagai ( 1/(1-mpc) - 1). Tax cut multiplier adalah satu dikurangi dengan government spending multiplier. Tax cut multiplier selalu lebih kecil dari spending multiplier, oleh karenanya pemotongan pajak dianggap kurang potensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam masa resesi dibandingkan dengan peningkatan pengeluaranPemerintah (Case and Fair, 2007).
            Besarnya efek multiplier dari peningkatan pengeluaran pemerintah dan pemotongan pajak bergantung kepada besarnya mpc yang bergantung kepada apakah peningkatan tersebut bersifat transitory atau permanen.Dalam hal ini, dampak mpc atas perubahan pendapatan transitori lebih kecil dibandingkan perubahan pendapatan yang permanen.
            Pengembangan model Keynesian memungkinkan adanya tambahan dampak crowding out melalui perubahan yang disebabkan oleh suku bunga dan nilai tukar.Crowding out terjadi apabila pemerintah menyediakan barang dan jasa yang menggantikan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor swasta.Tingkat crowding out mempengaruhi besaran fiskal multiplier namun tidak mempengaruhi arah.
Dalam kerangka teori Keynesian, peningkatan pengeluaran pemerintah akan menggeser kurva IS ke kanan, (lihat Grafik 2). Pergeseran ini menyebabkan perekonomian berada dalam keseimbangan baru (dari titik A ke titik B) yaitu tingkat pendapatan dan tingkat suku bunga yang lebih tinggi. Suku bunga menjadi lebih tinggi karena dengan kenaikan pendapatan menyebabkan kenaikan permintaan akan real money balance, sementara di pasar uang banksentral tidak menambah pasokan real money balance. Kenaikan suku bunga tersebut padagilirannya akan berdampak ke pasar barang, yaitu peninjauan ulang rencana investasi pengusaha. Dengan demikian, penurunan pengeluaran investasi akan mengurangi dampak ekspansif dari pengeluaran pemerintah.Jika tidak terjadi crowding out, berdasarkan Keynesian Cross, maka output akan menjadi Y3. Namun, adanya crowding out menyebabkan output hanya meningkatmenjadi Y2.
            Dalam model IS-LM dengan perekonomian yang terbuka (Mundell-Flemming), crowding out dapat terjadi melalui nilai tukar. Tingkat suku bunga yang tinggi akan menarik capital inflow sehingga terjadi apresiasi pada nilai tukar dan mengakibatkan penurunan pada current account. Pada gilirannya penurunan pada external current account akan menganulir peningkatan permintaan domestik yang awalnya dipicu oleh ekspansi fiskal.
            Besaran pengaruh crowding out melalui suku bunga dan nilai tukar dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam kerangka IS-LM. Crowding out melalui jalur suku bunga akan lebih besar apabila investasi sensitif terhadap perubahan tingkat suku bunga. Semakin sensitive permintaan akan uangterhadap perubahan suku bunga dibandingkan terhadap perubahan pendapatan maka akan semakin besar pula efek crowding out.



BAB III
METODE PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan bagaimana potret kebijakan anggaran dalam sepuluh tahun terakhir di masa jabatan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden Republik Indonesia. Selain itu untuk mengetahui bagaimana struktur anggaran yang ditetapkan selama sepuluh ta hunterakhir dan menjelaskan prestasi apa yang telah dicapai selama ini. Untuk memenuhi tujuan penelitian diatas, bab ini akan menjelaskan tentang variabel dan metode yang digunakan dalam penelitian.

3.1 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu berbentuk apasaja yang ditetapkan oleh peneliti untu dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2010).Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah surplus/ defisit anggaran, pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, inflasi dan penganggura.

3.2 Definisi Operasional
1.      Surplus / Defisit Anggaran Publik Per PDB
Tingkat output suatu perekonomian dapat diproksikan dengan Produk Domestik Bruto (PDB). PDB menurut Mankiw (2007) adalah adalah nilai dari semua produk akhir barang dan jasa yang diproduksi di suatu negara pada periode satu tahun .PDB dapat dihitung dengan pendekatan produksi, pendapatan dan pengeluaran.Dalam penelitian ini data PDB yang digunakan adalah dengan pendekatan produksi. Pendekatan produksi berarti nilai tambah yang diciptakan dalam suatu proses produksi dengan cara menjumlahkan nilai tambah yang diwujudkan oleh perusahaan-perusahaan di berbagai lapangan usaha dalam perekonomian (Sukirno, 2000)
Surplus / defisit anggaran publik per PDB menurut World Bank adalah surplus atau defisit anggaran pemerintah pusat yang dibagi dengan PDB.Indikator ini merupakan indikasi dari apakah pemerintah menerapkan kebijkan fiskal ekspansif atau kontraktif.Bila angkanya semakin besar, hal tersebut berarti pemerintah sedang melakukan pengetatan anggaran (fiscal contractif).Sebaliknya bila angkanya semakin kecil, hal tersebut menandakan pemerintah sedang melakukuan pelonggaran fiskal (fiscal ekspansive).
Menteri Keuangan (Menkeu) terhitung mulai tanggal 27 Agustus 2008 menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 123/PMK.07/2008 tentang Batas Maksimal Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Masing-Masing Daerah, dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2009. Ketentuan ini ditetapkan dalam rangka melaksanakan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah serta Pasal 105 dan Pasal 106 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Di dalam ketentuan tersebut, dinyatakan bahwa jumlah defisit APBN dan APBD tidak melebihi 3% (tiga persen) dari PDB tahun bersangkutan. PDB tahun bersangkutan yang digunakan dalm perhitungan tersebut adalah proyeksi PDB yang digunakan dalam penyusunan APBN Tahun Anggaran
2.      Pertumbuhan Ekonomi
            Boediono (1992) menyatakan, bahwa pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output dalam jangka panjang. Pemakaian indikator pertumbuhan ekonomi akan dilihat dalam kurun waktu yang cukup lama, misalnya sepuluh, dua puluh, limapuluh tahun atau bahkan lebih. Pertumbuhan ekonomi akan terjadi apabila ada kencenderungan yang terjadi dari proses internal perekonomian itu, artinya harus berasal dari kekuatan yang ada di dalam perekonomian itu sendiri. Untuk mengetahui apakah suatu perekonomian mengalami pertumbuhan, harus  dipertimbangkan PDRB riil satu tahun (PDRBt) dengan PDRB riil tahun sebelumnya (PDRBt-1)
3. Tingkat Inflasi
Inflasi menurut Case & Fair (2007)adalah kecenderungan harga untuk meningkat secara terus menerus.Kenaikan harga satu atau dua macam, kenaikan harga musiman atau sekali saja tidak bisa disebut inflasi. Inflasi bisa dihiting menggunakan Indeks harga konsumen dan PDB deflator. Pada penelitian ini sumber data inflasi dihitung menggunakan Indeks Harga Konsumen. Tingkat inflasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat inflasi yang menunjukkan besarnya kenaikan harga-harga secara umum pada periode waktu tertentu secara tahunan (2006-2015).
4.      Pengangguran
Data yang digunakan untuk melihat pengangguran adalah tingkat pengangguran terbuka di Indonesia tahun 1983-2013 (dalam satuan persen). Pengangguran yang dimaksud adalah dengan membandingkan jumlah angkatan kerja dengan tenaga kerja yang sedang  mencari pekerjaan maupun yang tidak sedang bekerja, termasuk didalamnya tenaga kerja yang mempersiapkan bisnis.
5.      Kemiskinan
BAPPENAS (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar tersebut antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik.




BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Perkembangan Struktur  APBN
APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember).APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
Tabel di bawah ini menyajikan tentang bagaimana perkembangan struktur anggaran keuangan negara selama 10 tahun terakhir.Dapat diketahui bahwa selama ini struktur yang diterapkan pemerintah adalah struktur defisit.Struktur ini menunjukan bahwa pengeluaran pemerintah setiap tahun lebih besar dibandingkan dengan penerimaannya.Selain itu besar anggaran defisit pemerintah dari tahun 2006 sampai tahun 2015 terus meningkat. Pada tahun 2006 dapat diketahui defisit APBN sebesar 33.98 Triliyun sedangkan pada tahun 2015 berdasarkan nota keuangan dan APBN Indonesia melakukan defisit anggaran sebesar  257.57 Triliyun.
Dalam melakukan merencanakan anggaran ini pemerintah tidak boleh sembarangan dalam menentukan anggaran defisitnya.Anggaran ini harus dijaga demi menjaga kestabilan perekonomian negara.Besar defisit anggaran ini telah diatur dalam dalam undang undang.Didalam undang tersebut dikatakan bahwa besar anggaran defisit tidak lebih besar dari 3% dari asumsi PDB tahuntersebut.Bila melihat tabel di bawah ini anggaran pemerintah telah sesuai dengan aturan yang berlaku.

Tabel 4.1
Perkembangan Struktur APBN
Tahun
Anggaran Defisit (G-T) (Triliyun)
Asumsi Rasio Defisit terhadap PDB
2006
-33.98
 -
2007
-49.48
 -
2008
-4.12
0.08
2009
-88.62
1.58
2010
-46.85
0.73
2011
-84.40
1.14
2012
-153.34
1.86
2013
-224.20
2.38
2014
-241.49
2.40
2015
-257.57
2.32
Sumber: Nota Keuangan dan APBN Berbagai Edisi
4.1.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
            Boediono (1992) menyatakan, bahwa pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output dalam jangka panjang. Pemakaian indikator pertumbuhan ekonomi akan dilihat dalam kurun waktu yang cukup lama, misalnya sepuluh, dua puluh, limapuluh tahun atau bahkan lebih. Untuk mengetahui apakah suatu perekonomian mengalami pertumbuhan, harus  dipertimbangkan PDRB riil satu tahun (PDRBt) dengan PDRB riil tahun sebelumnya (PDRBt-1).
Inflasi menurut Case & Fair (2007)adalah kecenderungan harga untuk meningkat secara terus menerus.Kenaikan harga satu atau dua macam, kenaikan harga musiman atau sekali saja tidak bisa disebut inflasi.Inflasi bisa dihiting menggunakan Indeks harga konsumen dan PDB deflator.Pada penelitian ini sumber data inflasi dihitung menggunakan Indeks Harga Konsumen.Tingkat inflasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat inflasi yang menunjukkan besarnya kenaikan harga-harga secara umum pada periode waktu tertentu secara tahunan (2006-2015).
Tabel dibawah menunjukan bahwa selama sepuluh tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu berfluktuasi.Sama halnya dengan pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi sepanjang tahun selalu berfluktuasi. Tercatat pertumbuhan ekonomi terendah berada pada tahun 2009 yaitu sebesar 4.63 % dan pertumbuhan ekonomi tertinggi tercatat pada tahun 2012 yaitu sebesar 6.26%.  sedangkan tigkat inlasi terendah yaitu pada tahun 2008 yaitu sebesar 2.78% dan tertinggi sebesar11.06% pada tahun 2008.
Tabel 4.2
Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
Tahun
Growth(%)
Inflasi(%)
2006
5.5
6.60
2007
6.35
6.59
2008
6.01
11.06
2009
4.63
2.78
2010
6.22
9.69
2011
6.49
3.79
2012
6.26
4.30
2013
5.78
8.38
2014
5.8 (September)
3.71 (September)
2015


                                    Sumber: BPS, Oktober 2014

4.1.3 Perkembangan Pengangguran dan Kemiskinan di Indonesia
BAPPENAS (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar tersebut antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik.
Pada tabel dibawah ini dapat diketahu bahwa selam 10 tahun terakhir jumlah kemiskinan penduduk Indonesia (kota dan desa) semakin turun. Kemiskinan menurun baik dalam jumlah maupun prosentase penduduk. Tercatat pada tahun 2006 jumlah kemiskinan sebesar 39.3 juta atau 17.75% dan pada tahun 2014 (September) menjadi 28.07 juta atau 11.37%.
Tabel 4.3
Perkembangan Pengangguran dan Kemiskinan Indonesia
Tahun
Pengangguran(Juta)
Kemiskinan(Juta)
(%)
2006
10.93
39.30
17.75
2007
10.01
37.17
16.58
2008
9.39
34.96
15.42
2009
8.96
32.53
14.15
2010
8.59
31.02
13.33
2011
8.32
30.02
12.49
2012
7.70
29.89
12.36
2013
7.24
28.59
11.66
2014
7.39
28.07
11.37
2015



Sumber: BPS, Oktober 2014                                                         
Selain itu pada tabel 4.3 menyajikan perkembangan jumlah pengangguran yang ada di Indonesia.Selama 10 tahun terakhir jumlah pengangguran juga mengalami penurunan.Tercatat pada tahun 2006 jumlah pengangguran sebesar 10.93 juta dan pada tahun 2014 (September) turun menjadi 7.39 juta orang.
Prestasi dalam penurunan tingkat kemiskinan dan pengangguran di Indonesia bisa jadi disebabkan karena kebijakan anggaran yang tiap tahun terus meningkat.Peningkatan anggaran ini yang pada akhirnya meningktakan lapangan pekerjaan yang dapat menyerap tenaga kerja di Indonesia.
4.2 Kebijakan Anggaran atau Anggaran yang Bijak
Setelah menjabarkan bagaimana perkembangan masing masing variabel dalam penelitian ini pada bagian ini akan dijelaskan bagaimana hubungan antar variabel didalam penelitian secara deskriptif. Pada bagian ini juga dijelaskan bagaimana anggaran yang ditetapkan dalam perekonomian Indonesia, apakah kebijakan ini hanya sebagai pencitraan pemerintah agar dapat menarik simpati masyarakat melalui prestasi yang semu ataukah kebijakan ini sesuai dengan apa yang diharapkan rakyat.

4.2.1 Hubungan antara  Anggaran Defisit dengan Kemiskinan dan Pengangguran
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai hubungan antara kebijakan keuangan melalui APBN dan prestasi apa saja yang telah dicapai dengan adanyanya kebijakan tersebut. Pada tabel di bawah ini dapat diketahui bahwa kebijakan anggaran yang dilakukan pemerintah selama sepuluh tahun terakhir adalah kebijakan defisit.Pada bagian awal telah di jelaskan mengenai anggaran defisit dan bagaimana pembiayaan yang dilakukan ketika kebijakan ini dilakukan.Kebijakan defisit merupakan kondisi dimana pendapatan lebih kecil dibandingkan dengan pengeluaran pemerintah. Kekurangan pembiayaan ini nantinya akan di tutup dengan pembiayaan atau utang luar negeri atau pembiayaan didalam negeri melalui pencetakan uang dan penerbitan obligasi. Lalu bagaimana dampaknya bila anggaran pemerintah selalui defisit?Apakah kebijakan tersebut baik atau tidak untuk kestabilan perekonomian Indonesia? Masalah ini akan di jabarkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.4
Hubungan antara  Anggaran Defisit dengan Kemiskinan dan Pengangguran
Tahun
(G-T) (Triliyun)
Asumsi rasio
Pengangguran(Juta)
Kemiskinan(Juta)
(%)
2006
-33.98

10.93
39.30
17.75
2007
-49.48

10.01
37.17
16.58
2008
-4.12
0.08
9.39
34.96
15.42
2009
-88.62
1.58
8.96
32.53
14.15
2010
-46.85
0.73
8.59
31.02
13.33
2011
-84.40
1.14
8.32
30.02
12.49
2012
-153.34
1.86
7.70
29.89
12.36
2013
-224.20
2.38
7.24
28.59
11.66
2014
-241.49
2.40
7.39
28.07
11.37
2015
-257.57
2.32



Sumber: BPS, Oktober 2014 dan Nota Keuangan dan APBN berbagai edisi
Kebijakan anggaran pemerintah setiap tahun selalu defisit.Kebijakan defisit ini tentunya memiliki atauran dan batasan agar tidak mengganggu kestabilan perekonomian Indonesia.Pemerintah tidak boleh defisit melebihi 3% dibanding dengan PDB Indonesia sesuai dengan peraturan yang ada.. Kebijakan ini ditetapkan agar pemerintahan selanjutnya tidak terbebani dalam membayar pembiayaan yang disebabkan pada anggaran tahun sebelumnya.
Kebijakan ini nampaknya memiliki hubungan yang baik dengan tingkat pengangguran dan kemiskinan di Indonesia.Anggaran yang tiap tahun meningkat juga meningkatkan dampak bagi pada jumlah pengangguran dan kemiskinan di Indonesia.Kebijakan yang ekspansif ternyata memberikan dampak yang baik terbukti bahwa setiap tahun jumlah pengangguran dan kemiskinan di Indonesia selalu mengalami penurunan.
4.2.2 Realisasi dan Evaluasi Kebijakan Fiskal dan APBN
Terlepas dari prestasi pemerintah melalui APBN yang mampu memberikan dampak positif terhadap kemiskinan dan pengangguran, tingkat inflasi selalu berfluktuasi.Bagaikan pisau bermata dua, kebijakan yang diambil memiliki trade offdengan kebijakan lainnya.Disaat pengangguran dan kemiskinan memiliki perkembangan yang baik yaitu menunjukan penurunan di setiap tahunnya, inflasi Indonesia selama 10 tahun terakhir tak terkendali.Bahkan di tiga periode yaitu pada tahun 2007, 2010, dan 2013 tingkat inflasi keluar jauh dari asumsi penyusunan anggaran.Melalui perkembangan inilah dapat diketahui bahwa sasaran dari kebijakan anggaran yang selama ini dilakukan adalah pengentasan pengangguran dan kemiskinan.
Tabel 4.5
Trade off  Inflasi dengan Pengangguran dan Kemiskinan
Tahun
Asumsi Inf
Inflasi
Pengangguran(Juta)
Kemiskinan(Juta)
(%)
2006
8.00
6.60
10.93
39.30
17.75
2007
6.50
6.59
10.01
37.17
16.58
2008
11.10
11.06
9.39
34.96
15.42
2009
2.80
2.78
8.96
32.53
14.15
2010
7.00
9.69
8.59
31.02
13.33
2011
3.80
3.79
8.32
30.02
12.49
2012
4.30
4.30
7.70
29.89
12.36
2013
7.20
8.38
7.24
28.59
11.66
2014
5.5>5.3
3.71 (September)
7.39
28.07
11.37
2015
4.40




Sumber: BPS Oktober 2014 dan Nota Keuangan dan APBN Berbagai Edisi
Namun, Apakah kebijakan anggran ini benar benar efektif dalam mengentaskan kemiskinan dan pertumbuhan?dan apakah kebijakan anggaran ini tepat atau hanya sebagai alat pencitraan pemerintah? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut tabel dibawah ini akan menjelaskan lebih lanjut tentang kebijakan anggaran yang telah dianggarakan selama ini. 
Tabel 4.6
Realisasi Anggaran dan Pertumbuhan ekonomi
Tahun
PDB
(G-T) (Triliyun)
rasio anggaran defisit dan PDB
Asumsi rasio
asumsi Growth
Growth
2006
1847.13
-33.98
-1.84

5.8
5.5
2007
1964.33
-49.48
-2.52

6.30
6.35
2008
2082.46
-4.12
-0.20
0.08
6.00
6.01
2009
2178.85
-88.62
-4.07
1.58
4.60
4.63
2010
2314.46
-46.85
-2.02
0.73
6.20
6.22
2011
2464.57
-84.40
-3.42
1.14
6.50
6.49
2012
2618.94
-153.34
-5.85
1.86
6.20
6.26
2013
2770.35
-224.20
-8.09
2.38
6.30
5.78
2014

-241.49

2.40
6>5.5
5.8 (September)
2015

-257.57

2.32
5.60

Sumber: BPS Oktober 2014 dan Nota Keuangan dan APBN Berbagai Edisi
Ternyata setelah menyandingkan anggaran pemerintah dengan realisasi pertumbuhan ekonomi dengan asumsinya selama sepeluh tahun terakhir dapat diperoleh berbagai fakta fakta menarik tentang anggaran pemerintah.Ternyata rasio anggaran defisit dengan PDB actual menyatakan bahwa anggaran defisit yang dilakukan pemerintah tidak sesuai dengan asumsi awal bahkan anggaran defisit bila dibandingkan dengan PDB melebihi dari peraturan yang ada.Tercatat 6 periode rasio anggaran melebihi dengan asumsi awalnya dan pada tahun 2009, 2011, 2012, 2013 anggaran melebihi dari batas defisit yang ditetapkan.Anggaran defisit yang besar ini pada akhirnya membebani pemerintah pada tahun berikutnya.
Sama halnya dengan inflasi yang telah dibahas sebelumnya pertumbuhan ekonomi ternyata bukan menjadi perhatian dpemerinth dalam melaksanakan kebijakan anggara. Terdapat 3 periode yang tidak sesuai dengan asumsi atau target pemerintah dalam menganggarkan keuangan.


  
BAB V
 KESIMPULAN

5.1       Kesimpulan
Setelah menganalisi anggaran pemerintah dan membandingkannya dengan realisasi yang ada maka di peroleh beberapa kesimpulan:
1.      Selama sepuluh tahun terakhir Indonesia terus menetapkan kebijakan anggaran defisit. Berdasarkan Nota Keuangan dan APBN berbagai edisi dapat diketahui bahwa defisit anggaran pemerintah tiap tahun terus meningkat.
2.      Selama sepuluh tahun terakhir pertumbuhan ekonomi dan inflasi terus berfluktuasi.
3.      Tingkat kemiskinan dan pengangguran di Indonesia selama 10 tahun terus mengalami perkembangan yang baik. Berdasarkan data BPS yang diunduk pada bulan Oktober 2014, jumlah kemiskinan dan pengangguran terus berkurang.
4.      Bagai pisau bermata dua, kebijakan anggaran pemerintah selama sepuluh tahun terakhir berfokus pada pengentasan kemiskinan dan pengangguran sedangkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi bukan menjadi sasaran utama dalam kebijakan anggaran selama ini.
5.      Realisasi rasio anggaran defisit ternyata melebihi batasan yang telah ditetapkan. Tercatat terdapat empat periode anggaran yang rasio defisitnya melebihi peraturan yang ada.

5.2              Saran
Seharusnya pemerintah dalam melaksanakan anggaran bukan hanya sekedar menarik simpati masyarakat dengan tujuan yang bersifat jangka pendek semata.Selain itu seharusnya anggaran defisit yang ditetapkan jangan sampai melebihi peraturan yang ada agar tidak membebani pemerintahan selanjutnya.




DAFTAR PUSTAKA
BAPPENAS. 2004
Boediono, 1992.Teori Pertumbuhan Ekonomi, Yogyakarta : BPFE
Case, K. E. and R.C. Fair. 2007. Prinsip Prinsip Ekonomi. Jakarta: Erlangga
Froyen. 2002. Macroeconomics. University of North Carolina
Mankiw, N. G. 2007. Makroekonomi. Jakarta: Erlangga
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Kuntitatif dan RND. Bandung: Alfabeta
Sukirno, Sadono, 2000. Makro Ekonomi Teori Pengantar, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Suryaningsih, Ndari, dkk. 2012. Dampak Kebijakan Fiskal terhadap Output dan Inflasi.dalam Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar