Sabtu, 15 November 2014

FENOMENA KONVERSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI KABUPATEN KENDAL BAGIAN UTARA

oleh :
Cintami Rahmawati

MAGISTER ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO




ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fenomena konversi lahan pertanian ke non pertanian di wilayah Kendal bagian utara dan untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan konversi lahan pertanian ke non pertanian di wilayah Kendal bagian utara. Motede penulisan menggunakan metode deskriptif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian yang diakibatkan pertumbuhan perumahan pemukiman, industri jasa dan perdagangan di Kendal bagian utara. Konversi lahan pertanian terjadi hampir merata di Kabupaten Kendal bagian utara dengan pola mengikuti jaringan jalan yang ada dan posisinya pada alokasi lahan pertanian serta lahan yang merupakan sawah-sawah yang mempunyai kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai) untuk tanaman lahan sawah tersebut subur dan beririgasi teknis.
Upaya untuk mengendalikan konversi lahan adalah melalui regulasi untuk menetapkan sejumlah aturan dalam pemanfaatan lahan yang ada. menyempurnakan sistem dan aturan jual beli lahan serta penyempurnaan pola penguasaan lahan (land tenure system) guna mendukung upaya ke arah mempertahankan keberadaan lahan pertanian. Pemberian subsidi kepada para petani yang dapat meningkatkan kualitas lahan. Selain itu, pengembangan prasarana lebih diarahkan untuk mendukung pengembangan kegiatan budidaya pertanian.
Kata Kunci : Konversi lahan, upaya pengendalian



ABSTRACT

               This study aims to determine the phenomenon of conversion of agricultural land to non-agricultural in Kendal Northern Territory And identify Efforts can be done to control the conversion of agricultural land to non-agricultural in Kendal Northern Territory. This research uses descriptive method.
               The research results showed that the conversion of agricultural land to non-agricultural caused the growth of housing settlements, industry and trade services in kendal north conversion of agricultural land occurred almost evenly in kendal northern with pattern follows the existing road network and its position on agricultural land allocation the land which is field  have suitability land S1 (appropriate) for plants field area is fertile and irrigated technical .
               Efforts for land conversion control is through the regulation of a number of rule sets hearts for land use. The rules perfect system of buying and selling land under the control of pattern refinement and land (land tenure system) to support efforts to maintain the existence of agricultural land direction. Providing subsidies to the farmers shown to improve quality of land . moreover, infrastructure development is geared to support the development of agricultural cultivation .
Keywords : Land Conversion , Control Efforts




  

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Laju pertumbuhan penduduk memicu dibangunnya kawasan pemukiman sebagai konsekuensi logis pemenuhan kebutuhan pokok  akan papan. Pembangunan dan perkembangan aktivitas penduduk, secara langsung akan mendorong peningkatan pemanfaatan lahan, sehingga ketika daya dukung terlampaui maka akan timbul berbagai macam permasalahan. Salah satu fenomena dalam pemanfaatan lahan adalah adanya alih fungsi lahan (konversi) lahan. Fenomena ini muncul seiring dengan bertambahnya kebutuhan dan permintaan terhadap lahan, baik dari sektor pertanian maupun dari sektor non-pertanian akibat pertambahan penduduk dan kegiatan pembangunan. Fenomena alih fungsi lahan terjadi akibat transformasi struktural perekonomian dan demografis, khususnya di negara-negara berkembang. Tuntutan pembangunan infrastruktur baik berupa jalan, pemukiman, maupun kawasan industri, turut mendorong permintaan terhadap lahan. Akibatnya, banyak lahan sawah, terutama yang berada dekat dengan kawasan perkotaan, beralih fungsi untuk penggunaan tersebut.
Menipisnya tanah pertanian akibat konversi (alih fungsi) lahan merupakan salah satu faktor penyebab keterpurukan sektor pertanian di Indonesia. Penyempitan lahan persawahan tidak hanya berdampak pada penurunan produksi padi, tapi juga pada penghasilan masyarakat Indonesia yang bermata pencaharian sebagai petani. Bahkan dengan pengalihan tanah tersebut, tidak sedikit masyarakat yang harus beralih profesi atau bahkan menjadi penganguran, kesejahteraan bagi petani semakin jauh dari angan-angan.
Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas sektor pertanian, terutama peningkatan kesejahteraan petani cenderung hanya pemanis bibir saja. Pemerintahan Soesilo Bambang Yudoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) pernah mencanangkan program “Revitalisasi Pertanian”. Program ini bertujuan untuk mengembalikan kepercayaan diri petani agar bangga terhadap profesi pertanian. Kebijakan ini dalam arti luas diarahkan untuk mendorong pengamanan ketahanan pangan, peningkatan daya saing, diversifikasi, peningkatan produktivitas dan nilai tambah produk pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan dan kehutanan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan. Pencanangan program tersebut sempat memberikan secercah harapan bagi petani, namun sayangnya sampai saat ini program tersebut masih belum terwujudkan. Alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian semakin diperparah dengan disahkannya Peraturan Presiden (Perpres) No.36 Tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum karena peraturan presiden  tersebut berpotensi mengancam hak-hak rakyat atas tanah. Padahal dalam Undang-Undang Dasar 1945 menunjukkan bahwa tujuan dari pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, sehingga sangat heran apabila dalam prakteknya ternyata banyak hak-hak rakyat yang dilanggar terutama pada kalangan petani. Mereka merasakan semakin sulit untuk mendapatkan hak atas tanah serta kurangnya perlindungan yang diberikan oleh pemerintah terhadap petani untuk mendapatkan tanah menyebabkan begitu mudahnya petani kehilangan tanahnya.
Menurut perhitungan Japan International Cooperation Agency (JICA) mengenai proyeksi konversi lahan yang akan terjadi di Indonesia cukup tinggi, khususnya empat pulau besar yaitu Jawa, Bali, Sumatra dan Sulawesi. Total konversi lahan beririgasi yang akan beralih fungsi menjadi lahan non pertanian di wilayah tersebut sampai tahun 2000 diperkirakan mencapai luas 25.000 ha, akan terus meningkat dengan tajam sampai tahun 2020 seluas 807.500 ha. (JICA dalam Kurnia, 1996). 
Tabel 1.1.
Proyeksi Terjadinya Konversi Lahan Pertanian Sampai Tahun 2020
Periode
Jawa (Ha)
Bali (Ha)
Sumatra (Ha)
Sulawesi (Ha)
Total (Ha)
1991 – 1995
20.000
1000
1000
500
22.500
1996 – 2000
22.000
1000
1500
500
25.000
2001 – 2010
22.000
1000
2000
1000
26.000
2011 – 2020
25.000
1000
3000
2000
31.000
Sumber : JICA (dalam Ganjar Kurnia, 1996)
Menurut BPS 2010 Jumlah penduduk Indonesia adalah 237 641 326 jiwa dengan kepadatan penduduk indonesia baru mencapai 124 jiwa per km pada tahun 2010, tetapi kepadatan penduduk pulau jawa telah mencapai 1033 jiwa per km (Rusli 2012). Terjadinya konversi alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan terbangun yang berlangsung pesat di Pulau Jawa dalam dasawarsa terakhir ini, telah menyangkut dimensi permasalahan yang luas, terutama masalah pangan. Menurut Iwan Kustiwan dalam Harjono (2005), setidaknya ada tiga hal yang melatarbelakangi nya : (1) Dalam konteks makro fenomena ini merupakan dampak dari proses transformasi ekonomi (dari pertanian ke industri) dan demografis (dari pedesaan ke perkotaan) yang pada gilirannya menuntut pula adanya transformasi alokasi sumber daya lahan dari pertanian ke non pertanian. (2) Fenomena konversi justru  terjadi pada lahan sawah di wilayah yang selama ini berperan sebagai sentra produksi padi, yaitu wilayah Pulau Jawa yang mempunyai produktivitas tinggi karena didukung oleh prasarana irigasi teknis sehingga dapat menjadi ancaman terhadap upaya mempertahankan swasembada nasional. (3) Fenomena konversi lahan pertanian (sawah) terkait dengan dampak social-ekonominya dalam skala mikro rumah tangga pertanian, terutama dalam kaitannya dengan pergeseran struktur ketenagakerjaan dan penguasaan-pemilikan lahan pertanian di pedesaan.
Banyak fenomena alih fungsi tanah pertanian yang berubah menjadi tanah untuk kawasan industri, seperti pabrik, perumahan, pusat-pusat perbelanjaan. Meningkatnya alih fungsi tanah pertanian berdampak pada ketahanan pangan, dalam hal ini mempengaruhi pembudidayaan tanaman padi akibatnya produktivitas padi menjadi menurun dalam upayanya mempertahankan potensi pertanian yang ada, upaya pembatasan terhadap konversi lahan sawah harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah disamping pelaksanaan intensifikasi pertanian, sebab dari sisi kelestarian (sustainableI, beberapa wilayah yang semestinya menjadi kawasan budidaya potensial yang ada, sehingga terjadi pemborosan sumberdaya lahan, yaitu berkurangnya lahan pertanian produktif dan hilangnya begitu saja investasi irigasi yang besar.
Kabupaten Kendal merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang bias dikatakan sebagai Kabupaten dengan wilayah agraris, karena sampai saat ini masih didominasi oleh areal persawahan. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya luas lahan yang digunakan untuk pertanian. Kabupaten Kendal juga memiliki pantai yang panjangnya ± 41 km yang membujur dari timur ke barat (perbatasan Kota Semarang sampai dengan perbatasan Kabupaten Batang). Usaha pertanian (sawah, tegalan, tambak, dan kolam) dan hutan serta perkebunan meliputi 75,93% luas wilayah kabupaten sedangkan sisanya digunakan untuk pekarangan (lahan untuk bangunan dan halaman sekitarnya), padang rumput, dan lahan yang sementara tidak diusahakan. Menurut BPS tahun 2010, Kabupaten Kendal memilki luas sawah irigasi teknis seluas 15.856 Ha. Sawah irigasi setengah teknis seluas 1.574. Sawah irigasi non teknis di Kabupaten Kendal tahun 2010 seluas 7.764 Ha. Sawah tadah hujan seluas 961 Ha. Namun demikian pertumbuhan penduduk dan kegiatan pembangunan yang dilakukan telah menyebabkan terjadinya konversi lahan pertanian yang dikhawatirkan konversi lahan tersebut dapat berlangsung secara terus menerus.

Peta Kabupaten Kendal
SAWAH KENDAL.jpg
Sumber : BPS Kab Kendal, 2010.
Wilayah bagian utara Kabupaten Kendal merupakan wilayah yang sangat potensial untuk pengembangan pertanian utamanya pertanian lahan basah. Kabupaten Kendal bagian utara meliputi daerah Weleri, Rowosari, Kangkung, Cepiring, Gemuh, Ringinarum, Pegandon, Ngampel, Patebon, Brangsong Kaliwungu, dan Kendal. Lahan pertanian di wilayah tersebut sangat perlu untuk dipertahankan, karena tersedia kecukupan air dengan sistem irigasi teknis dan wilayah tersebut memiliki jenis tanah yang sangat sesuai untuk budidaya pertanian. Berdasarkan Kabupaten Kendal Dalam Angka Tahun 2010 menunjukan bahwa luas lahan sawah di Kendal bagian utara seluas 18.787 hektar (70,96% dari luas sawah keseluruhan di kabupaten Kendal seluas 26.472 hektar). Berdasarkan sistem irigasinya, seluas 15.115 Ha sawah beririgasi teknis berada di Kendal bagian utara (97,03% dari lahan sawah beririgasi teknis keseluruhan di Kabupaten Kendal seluas 15.577 Ha). Dengan demikian secara eksplisit wilyah bagian utara merupakan lumbung padi bagi Kabupaten Kendal.
Salah satu ancaman bagi keberlangsungan produksi pertanian di Kabupaten Kendal adalah terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian yang diakibatkan pertumbuhan perumahan permukiman, industri, jasa dan perdagangan di wilayah tersebut, sehingga mengakibatkan semakin menyempitnya lahan-lahan pertanian.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka makalah ini akan membahas tentang :
1.      Bagaimana fenomena konversi lahan pertanian ke non pertanian di wilayah Kendal bagian utara ?
2.      Apa upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan konversi lahan pertanian ke non pertanian di wilayah Kendal bagian utara ?
Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui fenomena konversi lahan pertanian ke non pertanian di wilayah Kendal bagian utara.
2.      Mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi konversi lahan pertanian ke non pertanian di wilayah Kendal bagian utara.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Berkembangnya industri telah memicu banyak perubahan, hal tersebut sangat terasa pada perubahan lingkungan dengan ekosistemnya akibat aktivitas manusia yang semakin meningkat. Perubahan tersebut dapat terlihat pada penurunan kualitas lingkungan dan keragaman hayati (biodiversity yang ada di bumi ini. akibat dari kondisi tersebut,, manusia akang mengalami krisis lingkungan global sehingga dituntut adanya peralihan pembangunan yang berbasis pada industrialisasi eksploitatif menjadi pembangunan yang berkelanjutan (Harjono, 2005). Tjokrowinoto (1996) mengungkapkan bahwa keberhasilan paradigma pembangunan mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah membawa berbagai akibat negatif.
Pengertian Lahan dan Fungsi Utama Lahan
Lahan sebagai modal alami utama yang melandasi kegiatan kehidupan dan penghidupan, menurut Utomo (1992) memiliki dua fungsi dasar, yakni fungsi kegiatan budaya; suatu kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, seperti pemukiman, baik sebagai kawasan perkotaan maupun pedesaan, perkebunan hutan produksi, dan lain-lain. Fungsi yang kedua adalah fungsi lindung; kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamanya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang ada, yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa yang bisa menunjang pemanfaatan budidaya.
Penggunaan lahan sangat terkait dengan tata guna lahan. Tata guna lahan menurut Jayadinata (1999) adalah pengaturan penggunaan lahan itu sendiri. Hal yang dibicarakan dalam tata guna lahan tidak hanya penggunaan permukaan bumi di daratan, tetapi juga mengenai penggunaan permukaan bumi di lautan. Aspek-aspek penting dalam tata guna lahan adalah lahan dengan unsur alami lain, yaitu tubuh lahan (soil, air, iklim, dan sebagainya) serta mempelajari kegiatan manusia, baik dalam kehidupan sosial, maupun dalam kehidupan ekonomi. Dalam istilan tata guna lahan, terdapat dua unsur penting, antara lain: a) Tata guna lahan yang berarti penataan/pengaturan penggunaan (merujuk kepada Sumber Daya Manusia), dan b) Lahan (merupakan Sumber Daya Alam), yang berarti ruang (permukaan lahan serta lapisan batuan di bawahnya dan lapisan udara di atasnya), serta memerlukan dukungan berbagai unsur alam lain, seperti air, iklim, tubuh lahan, hewan, vegetasi, mineral, dan sebagainya.
Pertimbangan mengenai kepentingan atas lahan di berbagai wilayah mungkin berbeda, yakni bergantung kepada struktur sosial penduduk tertentu yang mempengaruhi prioritas bagi fungsi tertentu kepada lahan. Aturan-aturan dalam penggunaan lahan tergantung kepada kesepakatan yang berlaku di masyarakat. Beberapa kategori yang dapat membandingkan aturan tata guna lahan wilayah satu dengan lainnya, antara lain kepuasan, kecenderungan untuk kegiatan dalam tata guna lahan, luas kesadaran akan tata guna lahan, kebutuhan orientasi, dan pemanfaatan/pengaturan estetika.
Pemanfaatan Lahan dan Aktivitas Penduduk
Pertumbuhan penduduk member andil yang cukup besar terhadap perkembangan suatu daerah. Pertumbuhan jumlah penduduk disebabkan banyak faktor antara lain pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja dan pola kehidupan social. Pertumbuhan penduduk mempengaruhi pembentukan suatu daerah dengan penyebaran konsentrasi penduduk yang pada umumnya berusaha agar dekat dengan tempat kerja ataupun kegiatan lainnya. Pola persebaran penduduk mempunyai dua cirri khas, yaitu perkembangan penyebaran penduduk yang kurang seimbang antara wilayah dan terdapatnya konsentrasipertumbuhan di sekitar kota dan kawasan-kawasan yang mengalami perkembangan ekonomi cepat. Penyebaran penduduk ini tentunya diikuti dengan bertambahnya kegiatan dan berdampak pada bertambahnya kebutuhan lahan untuk menampung kegiatan tersebut.
Konversi Lahan
Irawan (2004) mengungkapkan bahwa konversi lahan berawal dari permintaan komoditas pertanian terutama komoditas pangan yang kurang elastis terhadap pendapatan dibanding permintaan komoditas non pertanian. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi yang berdampak pada peningkatan pendapatan penduduk cenderung menyebabkan naiknya permintaan komoditas non pertanian dengan laju lebih tinggi dibanding permintaan komoditas pertanian. Konsekuensi lebih lanjut adalah, karena kebutuhan lahan untuk memproduksi setiap komoditas merupakan turunan dari permintaan komoditas yang bersangkutan, maka pembangunan ekonomi yang membawa kepada peningkatan pendapatan akan menyebabkan naiknya permintaan lahan untuk kegiatan di luar pertanian dengan laju lebih cepat dibanding kenaikan permintaan lahan untuk kegiatan pertanian.
Pembangunan ekonomi cenderung mendorong permintaan lahan di luar sektor pertanian dengan laju lebih besar dibanding permintaan lahan di sektor pertanian, maka pertumbuhan ekonomi cenderung mengurangi kuantitas lahan yang dapat digunakan untuk kegiatan pertanian. Pengurangan kuantitas lahan yang dialokasikan untuk kegiatan pertanian tersebut berlangsung melalui konversi lahan pertanian, yaitu perubahan pemanfaatan lahan yang semula digunakan untuk kegiatan pertanian ke pemanfaatan lahan di luar pertanian seperti kompleks perumahan, kawasan perdagangan, kawasan industri, dan seterusnya (Irawan 2004).  Pengertian konversi atau alih fungsi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Konversi lahan pertanian ini tidak terlepas dari situasi ekonomi secara keseluruhan. Di negara-negara yang sedang berkembang konversi lahan tersebut umumnya dirangsang oleh transformasi struktur ekonomi yang semula bertumpu pada sektor pertanian ke sektor ekonomi yang lebih bersifat industrial. Proses transformasi ekonomi tersebut selanjutnya merangsang terjadinya migrasi penduduk ke daerah-daerah pusat kegiatan bisnis sehingga lahan pertanian yang lokasinya mendekati pusat kegiatan bisnis dikonversi untuk pembangunan kompleks perumahan.
Faktor Penyebab Konversi Lahan
 Konversi lahan tersebut umumnya dirangsang oleh transformasi struktur ekonomi yang semula bertumpu pada sektor pertanian ke sektor ekonomi yang lebih bersifat industrial khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. Proses transformasi ekonomi tersebut selanjutnya merangsang terjadinya migrasi penduduk ke daerah-daerah pusat kegiatan bisnis sehingga lahan pertanian yang lokasinya mendekati pusat kegiatan bisnis dikonversi untuk pembangunan kompleks perumahan. Secara umum pergeseran atau transformasi struktur. Konversi lahan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni (1) faktor pada arus makro yang meliputi pertumbuhan industri, pertumbuhan pemukiman, pertumbuhan penduduk, intervensi pemerintah dan ‘marjinalisasi’ ekonomi atau kemiskinan ekonomi. (2) faktor pada aras mikro yang meliputi pola nafkah rumahtangga (struktur ekonomi rumahtangga), kesejahteraan rumahtangga (orientasi nilai ekonomi rumahtangga) dan strategi bertahan hidup rumah tangga (tindakan ekonomi rumah tangga).




BAB III
PEMBAHASAN

Pemanfaatan Lahan di Kabupaten Kendal
Luas wilayah Kabupaten Kendal sebesar 100.223 Ha atau sekitar 3,08 persen luas wilayah Propinsi Jawa Tengah. Dengan alokasi pemanfaatan ruang terdiri atas kawasan lindung sebesar 3.009,710 Ha dan kawasan budi daya sebesar 97.213,778 Ha, maka strategi pengembangan wilayah menurut Perda RUTRD Kabupaten Kendal 1990/1991 – 1995/1996 menyebutkan sebagai berikut :
a.       Sub Wilayah dan Potensi Pengembangan
Berdasarkan kondisi dan potensi daerah Kabupaten Kendal terdiri dari sub wilayah pengembangan sebagai berikut :
Pengembangan SWP Kabupaten Kendal
SWP
Pusat Sub Wilayah Pengembangan
Wilayah Kecamatan
Potensi Pengembangan
1.
Kendal
Kaliwungu, Brangsong, Patebon, Pegandon, Cepiring dan Kangkung.
Industri, perdagangan dan pertanian
2.
Weleri
Weleri, Rowosari, Gemuh dan Kangkung
Pertanian, perikanan, dan industri
3.
Sukorejo
Sukorejo, Patean, Plantungan dan Pageruyung
Perkebunan, pertanian, peternakan dan pariwisata
4.
Boja
Boja, Limbangan dan Singorojo
Perkebunan, pertanian, peternakan, perdagangan dan pariwisata.
Sumber : BPS Kabupaten Kendal.
b.      Kawasan prioritas
Kawasan prioritas adalah kawasan yang memiliki potensi dan permasalahan yang harus ditangani karena pengaruhnya cukup besar terhadap kabupaten Kendal, yaitu :
-          Kawasan yang berkembang cepat dengan dukungan jumlah penduduk dan kelengkapn fasilitas serta memiliki prospek sebagai pengembangan industry dalam skala besar, yaitu kecamatan Boja, Kaliwungu dan Weleri.
-          Kawasan yang perlu dipelihara fungsi lindungnya, yaitu hutan lindung, resapan air, perlindungan setempat, suaka alam dan kawasan rawan bencana alam.
-          Kawasan yang berperan menunjang kegiatan sector strategis, yaitu kecamatan Boja, weleri dan kecamatan Kaliwungu (pengembangan sector ekonomi strategis).

Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Kendal
Salah satu ancaman bagi keberlangsungan produksi pertanian di Kabupaten Kendal adalah terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian yang diakibatkan pertumbuhan perumahan pemukiman, industri jasa dan perdagangan di wilayah tersebut, sehingga mengakibatkan semakin menyempitnya lahan-lahan pertanian. Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Kendal bahwa perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian yang terjadi selama kurun waktu 2003-2008 sebesar 457 ha.
Pembagian SWP Kabupaten Kendal
Tahun
Jenis Pengairan
Jumlah
Teknis (Ha)
Setengah Teknis (Ha)
Non Teknis (Ha)
Jumlah (Ha)
2003
16,420
1,861
7,560
1,088
26,929
2008
15,577
1977
7,957
961
26,472
Sumber : BPS Kabupaten Kendal.
Konversi lahan pertanian terjadi hampir merata di Kabupaten Kendal bagian utara dengan pola mengikuti jaringan jalan yang ada dan posisinya pada alokasi lahan pertanian. Sebagian  berada pada zona IKK (Ibu Kota Kecamatan), yang mungkin saja berada pada alokasi ruang untuk permukiman, namun bias juga alokasi lahan untuk pertanian, karena dalam zona IKK tidak mungkin pula menghabiskan seluruh lahan dialokasikan untuk bangunan. Namun Kabupaten Kendal belum semua kecamatan memiliki Renko IKK (Rencana Kota Ibu Kota Kecamatan) dan sudah adapun kadaluarsa (Sumber Informasi kabid PP III Bappeda Kab. Kendal).
Konversi lahan yang terjadi pada wilayah Kendal bagian utara berada pada lahan yang merupakan sawah-sawah yang mempunyai kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai) untuk tanaman lahan sawah tersebut subur dan beririgasi teknis. Bila konversi lahan sawah yang terjadi dibiarkan saja maka sumberdaya lahan potensial untuk tanaman lahan basah di kabupaten Kendal lambat laun akan habis. Hal tersebut menunjukan bahwa implementasi  peraturan konversi lahan pertanian sebagai upaya konversi lahan pertanian yang dilakukan pemerintah Kabupaten Kendal belum efektif, sehingga perlu untuk dilakukan evaluasi terhadap implementasi kebijakan tersebut.
Konversi lahan pertanian menjadi non pertanian dilatarbelakangi kebutuhan akan lahan yang semakin bertambah di ikuti dengan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat. Konversi lahan yang terjadi di wilayah Kendal bagian utara, banyak bergeser menjadi kawasan untuk perumaha, industri dan pertokoan. Meningkatnya jumlah penduduk baik kelahiran maupun migrasi di wilayah Kendal bagian utara menyebabkan kebutuhan akan tanah juga meningkat. Sedangkan jumlah tanah tidak dapat ditambah sehingga menggeser fungsi lahan tersebut. Jika tidak ada regulasi yang mengatur tentang ijin mendirikan bangunan dan regulasi tentang tata kelola lahan maka para developer akan terus menggeser wilayah pertanian ke non pertanian. Berdasarkan fenomena, para developer mampu mengeluarkan modal yang besar agar ijin mendirikan bangunan dapat diperoleh. Sehingga, pemerintah harus tegas bukan saja memenuhi profit yang didapat pada waktu itu namun harus memikirkan pula jangka panjang jika areal pertanian menjadi non pertanian.
Upaya-Upaya Untuk Mengendalikan Alih Fungsi Tanah Pertanian Ke Nonpertanian
Tanah merupakan sumber daya langka dan unik, dimana jumlah yang terbatas namun banyak kepentingan yang membutuhkannya. Hal tersebut menyebabkan degradasi tanah semakin meningkat tajam setiap tahunnya, tak jarang timbul konflik agraria mewarnai di berbagai belahan bumi Indonesia. Tanah merupakan Primary Factor bagi usaha tani dalam mewujudkan suatu ketahanan pangan. Tiga pendekatan secara bersamaan dalam kasus pengendalian alih fungsi tanah pertanian, yaitu melalui :
1.      Regulation. Melalui pendekatan ini pengambil kebijakan perlu menetapkan sejumlah aturan dalam pemanfaatan lahan yang ada. Berdasarkan berbagai pertimbangan teknis, ekonomis, dan sosial, pengambil kebijakan bisa melakukan pewilayahan (zoning) terhadap lahan yang ada serta kemungkinan bagi proses alih fungsi. Selain itu, perlu mekanisme perizinan yang jelas dan transparan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada dalam proses alih fungsi lahan.
2.      Acquisition and Management. Melalui pendekatan ini pihak terkait perlu menyempurnakan sistem dan aturan jual beli lahan serta penyempurnaan pola penguasaan lahan (land tenure system) yang ada guna mendukung upaya ke arah mempertahankan keberadaan lahan pertanian.
3.      Incentive and Charges. Pemberian subsidi kepada para petani yang dapat meningkatkan kualitas lahan yang mereka miliki, serta penerapan pajak yang menarik bagi mempertahankan keberadaan lahan pertanian, merupakan bentuk pendekatan lain yang disarankan dalam upaya pencegahan alih fungsi lahan pertanian. Selain itu, pengembangan prasarana yang ada lebih diarahkan untuk mendukung pengembangan kegiatan budidaya pertanian berikut usaha ikutannya.
 Upaya pengendalian lainnya yang sesuai adalah seperti yang diuraikan oleh Muhammad Iqbal dan Sumaryanto (2007:174-176) yaitu pengendalian alih fungsi lahan pertanian dengan mewujudkan suatu kebijakan alternatif. Kebijakan alternatif tersebut diharapkan mampu memecahkan kebuntuan pengendalian alih fungsi lahan sebelumnya. Adapun komponennya antara lain instrumen hukum dan ekonomi, zonasi, dan inisiatif masyarakat. 




BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
  1. Kendal bagian utara  merupakan wilayah yang sangat potensial untuk pengembangan pertanian utamanya pertanian lahan basah. Kabupaten Kendal bagian utara meliputi daerah Weleri, Rowosari, Kangkung, Cepiring, Gemuh, Ringinarum, Pegandon, Ngampel, Patebon, Brangsong Kaliwungu, dan Kendal, wilyah tersebut merupakan lumbung padi bagi Kabupaten Kendal. Lahan tersebut merupakan sawah-sawah yang mempunyai kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai) untuk tanaman lahan sawah tersebut subur dan beririgasi teknis. Konversi lahan pertanian menjadi non pertanian di Kendal bagian utara, dilatarbelakangi kebutuhan akan lahan yang semakin bertambah di ikuti dengan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat. Konversi lahan yang terjadi di wilayah Kendal bagian utara, banyak bergeser menjadi kawasan untuk perumaha, industri dan pertokoan.
  2. Upaya-upaya untuk mengendalikan alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian dapat dilakukan melalui (1) Regulasi sehingga pengambil kebijakan perlu menetapkan sejumlah aturan dalam pemanfaatan lahan yang ada. (2) Pihak terkait perlu menyempurnakan sistem dan aturan jual beli lahan serta penyempurnaan pola penguasaan lahan (land tenure system) yang ada guna mendukung upaya ke arah mempertahankan keberadaan lahan pertanian. (3) Pemberian subsidi kepada para petani yang dapat meningkatkan kualitas lahan yang mereka miliki. (4) Selain itu, pengembangan prasarana yang ada lebih diarahkan untuk mendukung pengembangan kegiatan budidaya pertanian berikut usaha ikutannya.

Saran
1.      Pemerintah daerah Kabupaten Kendal diharapkan menciptakan keterkaitan misi antar instansi pemerintah sehingga mampu mengintegrasikan berbagai kepentingan yang berkenaan dengan pengendalian lahan pertanian. Artinya, antar instansi pemda harus satu kata untuk melarang terjadinya konversi lahan lahan walaupyn menguntungan dari sisi ekonomi, namun dari sisi pertanian maupun lingkungan merugikan.
2.      Pemda secara intensif melakukan sosialisasi tentang peraturan konversi lahan pertanian ke non pertanian.



DAFTAR PUSTAKA
Bambang Irawan, Juli 2005.  “Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya, dan Faktor Determinan. Hal 15 dalam Jurnal forum Penelitian Agro ekonomi Volume 23.
BPS. 2005. Kendal Dalam Angka. Semarang : BPS.
Kurnia, Ganjar. 1996. Swasembada Beras, Sebuah Renungan Pusat. Pusat Dinamika Pembangunan Unpad. Bandung.
Rusli, S. 1995. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia.
Tjokrowinoto, Moeljarto. 1996. Pembangunan Dilema dan Tantangan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.



1 komentar:

  1. Assalamualaikum kak, perkenalkan saya prima mahasiswi iesp Undip sedang melaksanakan tugas akhir dan ingin menjadikan skripsi kakak sebagai acuan skripsi saya dan saat ini perpustakaan belum buka sehingga saya tidak dapat melihat skripsi yang tersedia di perpus, jika kaka berkenan apakah saya boleh meminta soft file skripsi kakak? Terima kasih banyak

    BalasHapus