KEBIJAKAN FISKAL
DAN APBN: KEBIJAKAN ANGGARAN ATAU ANGGARAN YANG BIJAK?
Tugas
Perekonomian Indonesia
Disusun oleh :
ACHMAD HANDYOKO
12020113410010
ARIANTO ADI NUGROHO
12020114410004
CINTAMI RAHMAWATI
12020114410007
MAGISTER
ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS
EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS
DIPONEGORO
SEMARANG
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
Kebijakan fiskal
merupakan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk menjaga kestabilan
perekonomian suatu negara. Kebijakan ini meliputi dua cara yaitu melalui
instrumen pengeluaran pemerintah dan pajak. Dalam menstimulus pertumbuhan
ekonomi biasanya nengara menggunakan kebijakan fiskal ekspansif yaitu dengan
meningkatkan pengeluaran pemerintah dan menurunkan pajak (Sukirno, 2007).Namun, kebijakan yang biasa digunakan
adalah kebijakan melalui pengeluaran pemerintah dengan menerapkan kebijakan
defisit.Sedangkan kebijakan pemotongan pajak tampaknya tidak popular di
Indonesia ini.
Kebijakan fiskal bertujuan untuk mempengaruhi sisi permintaan
agregat suatuperekonomian dalam jangka pendek.Namun kebijakan ini dalam jangka
panjang hanya akan menciptakan crowding
out dalam perekonomian. Oleh karena itu, kebijakan ini sering digunakan
sebagai alat politik.Kebijakan yang diambil hanya bersifat jangka pendek saja.Pemerintahan
yang memiliki batas waktu yang singkat membutuhkan kebijkan yang singkat agar
dapat memikat rakyat.Dengan adanya kebijakan yang bersifat populis ini
pemerintah tersebut dapat berharap bisa terpilih lagi.
Dalam pengelolaan stabilitas makroekonomi, kebijakan fiskal tidak
dapat terlepas dari kebijakan kebijakanmoneter (Suryaningsih, 2012).Kebijakan
ini selalu berinteraksi demi menciptakan stabilitas perekonomian suatu
negara.Walaupun kedua kebijakan ini memiliki kritikan dalam perekonomian,
kebijakan ini tetap dibutuhkan untuk memperdalam perspektif dalam memelihara
perekonomian suatu negara.
Kebijakan
fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam perekonomian yang dilakukan oleh
pemerintah melalui instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).APBN
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat.APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang
memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1
Januari - 31 Desember).APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan
pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan
pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional,
mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas
pembangunan secara umum.
Untuk mengetahui anatomi atau
struktur kebijakan fiskal setiap tahun, salah satu pendekatan yang dapat
digunakan adalah dengan mencermati perkembangan besaran-besaran APBN dari waktu
ke waktu.Perkembangan besaran-besaran APBN Indonesia dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yang dapat dikelompokkan ke dalam faktor-faktor yang bersifat internal
dan eksternal. Faktor internal meliputi, antara lain: pertama, arah dan
strategi kebijakan keuangan negara untuk mewujudkan berbagai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya maupun untuk mencapai sasaran-sasaran yang ditetapkan
dalam perencanaan jangka menengah (RPJM) dan jangka panjang (RPJP). Kedua,
kapasitas dan struktur penerimaan negara. Ketiga, struktur dan komposisi
belanja negara serta kemampuan dalam pengendalian dan pengelolaannya. Keempat,
kemampuan dalam penggalian dan pencarian sumber-sumber pembiayaan anggaran. Kelima,
perkembangan kondisi ekonomi nasional dan faktor-faktor non-ekonomi. Sementara
itu, faktor eksternal yang turut mempengaruhi perkembangan APBN di antaranya
meliputi kondisi ekonomi global, terutama nilai tukar antar mata uang kuat
dunia, harga dan permintaan minyak mentah di pasar internasional, serta suku
bunga internasional.
Anatomi kebijakan fiskal ini kiranya
sangat penting untuk diteliti karena kebijakan ini sangat berpengaruh terhadap
perekonomian seperti yang dikatakan Keynes.Sebelumnya seperti yang dikemukakan
ekonom klasik pemerintah dipandang tidak memiliki banyak pengaruh dalam
perekonomian.Peran pemerintah pada saat itu hanya untuk mengalokasikan sumber
daya finansial dari sektor swasta ke sektor pemerintahan saja. Sesuai denga
hukum Say dijelaskan bahwa “supply
created own demand” sehingga perekonomian akan berada di kondisi full employment dimana setiap tambahan
pengeluaran pemerintah akan menyebabkan penurunan pengeluaran swasta dan tidak
akan mengubah pendapatan agregat (Sukirno, 2007).
Pandangan tersebut kemudian diubah oleh
Keynes dan sejak saat itu ekonom mulaimenekankan dampak makro atas pengeluaran
dan pajak pemerintah.Keynes menekankanbahwa kenaikan pengeluaran pemerintah
tidak hanya memindahkan sumber daya dari sektorswasta ke pemerintah.Selain itu,
Keynes juga mengemukakan adanya dampak berganda (multiplier effect) dari pengeluaran tersebut.
Memahami betapa pentingnya kebijkan
fiskal sebagai alat kebijakan politik untuk menarik simpati masyarakat maka
makalah ini menjadi penting untuk dibahas.Apakah benar kebijakan fiskal dan
APBN merupakan kebijakan anggaran untuk menarik partisipasi masyarakat dengan
harapan pemerintahan tersebut dapat terpilih lagi diperiode kedepan atau
kebijkan fiskal dan APBN merupakan anggaran yang bijak untuk menciptakan
pereokonomian yang baik dalam jangka panjang. Oleh karena itu didalam makalah
ini akan dijelaskan bagaimana potret kebijkan anggaran dalam 10 tahun terakhir
dan dihubungkan dengan prestasi apa saja yang telah dicapai dalam 10 tahun
musim anggaran pemerintah.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Kebijakan Fiskal dalam Pasar Uang
Klasik
Kebijakan
fiskal merupakan kebijakan yang mengatur tentang anggaran pemerintah yang
terdiri dari pengeluaran pemerintah dan pajak.Ekonom klasik menganggap bahwa
kebijakan yang baik berawal dari pengeluaran pemerintah. Pemerintah sama halnya
seperti industri dan rumah tangga sama sama memiliki batas anggaran dalam
melaksanakan kegiatan dalam hal ini menjalankan pemerintahan. Pemerintah juga
harus dapat membiayai semua pengeluaran yang digunakan untuk menjalankan
pemerintah.Pemerintah memiliki tiga sumber pembiayaan yaitu melalui pajak,
menerbitkan obligasi dan mencetak uang.
Untuk
meningkatkan pengeluaran pemerintah harus meningkatkan pendapatan dari pajak,
menjual obligasi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan mencetak
uang.Namun, untuk menghindari dari perubahan kebijakan moneter kebijakan yang
bisa dilakukan hanya melalui penerbitan obligasi. Oleh karena itu peningkatan
pengeluaran pemerintah dalam hal ini akan dibiayai melalu penerbitan obligasi.
Melalui
analisis ini, penerbitan obligasi yang digunakan untuk menutup pengeluaran
pemerintah tidak akan mempengaruhi kondisi keseimbangan antara tingkat output
dan tingkat harga. Dalam keseimbangan antara penawaran agregat dan permintaan
agregat peningkatan pengeluaran
pemerintah tidak akan mempengaruhi tingkat output dalam perekonomian
Grafik 2.1 Dampak Peningkatan Pengeluaran
Pemerintah dalam Model Klasik
Sumber:
Froyen (2002)
Gambar tersebut
menjelaskan tentang dampak peningkatan pengeluaran pemerintah yang dibiayai
melalui obligasi dalam pasar uang.Jika pengeluaran pemerintah lebih besar dari
pajak maka menunjukan anggaran defisit (G-T). Asumsi sebelum ada peningkatan
pengeluaran pemerintah perekonomian berada dalam kesimbangan (G = T), tidak ada
pinjaman pemerintah, tingkat bunga berada pada r0 dan hanya ada
investasi pada sisi permintaan dipasar uang. Saat terjadi peningkatan
pengeluaran pemerintah, permintaan pada pasar uang meningkat bukan hanya
investasi saja tapi pinjaman pemerintah sebagai dampak dari anggaran yang
defisit sehingga kurva AD bergeser ke kanan atas.
Bergesernya AD ke titik
kesimbangan baru (F) menyebabkan terjadinya excess
demanddi pasar uang yang akhirnya meningkatkan tingkat suku bunga (r0Ã r1).Perubahan tingkat bunga ini yang
akhirnya menyebabkan penurunan investasi dan tingkat konsumsi.Dampak inilah
yang menjadikan kebijakan fiskal hanya berpengaruh dalam jangka pendek saja
namun dalam jangka panjang menyebabkan crowding
out dalam perekonomian.
Sama halnya jika
anggaran defisit di biayai dengan pemotongan pajak. Pendapatan disposibel rumah
tangga akan meningkat dan permintaan agregat meningkat. Namun pemerintah akan
kehilangan pendapat yang berasal dari pajak. Sehingga dalam jangka panjang perekonomian
juga akan mengalami crowding out.
Bila pendapatan yang hilang dari pemotongan pajak di biayai dengan mencetak
uang baru, sama seperti peninhkatan pengeluaran pemerintah, uang yang tercipta
akan meningkatkan agregad demand dan
hasilnya akan meningkatkan harga dipasar.
2.2 Kebijakan Fiskal dalam
Pasar Uang dan Barang Keynesian
Literatur
yang ada mengelompokkan dampak kebijakan fiskal menjadi dua yaitu dampak
terhadap sisi permintaan (demand side effect) dan dampak terhadap sisi
penawaran (supply side effect).Dampak kebijakan fiskal terhadap sisi penawaran
mempunyai implikasi jangka panjang.Kebijakan fiskal yang berorientasi untuk
meningkatkan supply side dapat mengatasi masalah keterbatasan kapasitas
produksi dan karena itu dampaknya lebih bersifat jangka panjang.
Dampak kebijakan fiskal terhadap perekonomian melalui
pendekatan permintaan agregat diterangkan melalui pendekatan Keynes. Pendekatan
Keynesian mengasumsikan adanya price rigidity dan excess capacity sehingga
output ditentukan oleh permintaan agregat (demand driven). Keynes menyatakan
bahwa dalam kondisi resesi, perekonomian yang berbasis mekanisme pasar tidak
akan mampu untuk pulih tanpa intervensi dari Pemerintah. Kebijakan moneter
tidak berdaya untuk memulihkan perekonomian karena kebijakan hanya bergantung
kepada penurunan suku bunga sementara dalam kondisi resesi tingkat suku bunga
umumnya sudah rendah dan bahkan dapat mendekati nol.
Dalam
pendekatan Keynes, kebijakan fiskal dapat menggerakkan perekonomian karena
peningkatan pengeluaran pemerintah atau pemotongan pajak mempunyai efek
multiplier dengan cara menstimulasi tambahan permintaan untuk barang konsumsi
rumah tangga. Demikian pula halnya apabila pemerintah melakukan pemotongan
pajak sebagai stimulus perekonomian. Pemotongan pajak akan meningkatkan
disposable income dan pada akhirnya mempengaruhi permintaan.Kecenderungan rumah
tangga untuk meningkatkan konsumsi dengan meningkatkan marginal prospensity to
consume (mpc), menjadi rantai perekonomian untuk peningkatan pengeluaran yang
lebih banyak dan pada akhirnya terhadapoutput.
Government
spending multiplier dinyatakan sebagai 1/(1-mpc), dan dari formula ini terlihat
bahwa semakin besar mpc maka semakin besar pula dampak dari pengeluaran
pemerintah terhadap GDP.Sementara itu efek multiplier dari pemotongan pajak
(tax cut multiplier) dinyatakan sebagai ( 1/(1-mpc) - 1). Tax cut multiplier
adalah satu dikurangi dengan government spending multiplier. Tax cut multiplier
selalu lebih kecil dari spending multiplier, oleh karenanya pemotongan pajak
dianggap kurang potensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam masa resesi
dibandingkan dengan peningkatan pengeluaranPemerintah (Case and Fair, 2007).
Besarnya
efek multiplier dari peningkatan pengeluaran pemerintah dan pemotongan pajak bergantung
kepada besarnya mpc yang bergantung kepada apakah peningkatan tersebut bersifat
transitory atau permanen.Dalam hal ini, dampak mpc atas perubahan pendapatan
transitori lebih kecil dibandingkan perubahan pendapatan yang permanen.
Pengembangan
model Keynesian memungkinkan adanya tambahan dampak crowding out melalui
perubahan yang disebabkan oleh suku bunga dan nilai tukar.Crowding out terjadi
apabila pemerintah menyediakan barang dan jasa yang menggantikan barang dan
jasa yang dihasilkan oleh sektor swasta.Tingkat crowding out mempengaruhi
besaran fiskal multiplier namun tidak mempengaruhi arah.
Dalam
kerangka teori Keynesian, peningkatan pengeluaran pemerintah akan menggeser
kurva IS ke kanan, (lihat Grafik 2). Pergeseran ini menyebabkan perekonomian
berada dalam keseimbangan baru (dari titik A ke titik B) yaitu tingkat
pendapatan dan tingkat suku bunga yang lebih tinggi. Suku bunga menjadi lebih
tinggi karena dengan kenaikan pendapatan menyebabkan kenaikan permintaan akan
real money balance, sementara di pasar uang banksentral tidak menambah pasokan
real money balance. Kenaikan suku bunga tersebut padagilirannya akan berdampak
ke pasar barang, yaitu peninjauan ulang rencana investasi pengusaha. Dengan
demikian, penurunan pengeluaran investasi akan mengurangi dampak ekspansif dari
pengeluaran pemerintah.Jika tidak terjadi crowding out, berdasarkan Keynesian
Cross, maka output akan menjadi Y3. Namun, adanya crowding out menyebabkan
output hanya meningkatmenjadi Y2.
Dalam
model IS-LM dengan perekonomian yang terbuka (Mundell-Flemming), crowding out
dapat terjadi melalui nilai tukar. Tingkat suku bunga yang tinggi akan menarik
capital inflow sehingga terjadi apresiasi pada nilai tukar dan mengakibatkan
penurunan pada current account. Pada gilirannya penurunan pada external current
account akan menganulir peningkatan permintaan domestik yang awalnya dipicu
oleh ekspansi fiskal.
Besaran
pengaruh crowding out melalui suku bunga dan nilai tukar dipengaruhi oleh
beberapa faktor dalam kerangka IS-LM. Crowding out melalui jalur suku bunga
akan lebih besar apabila investasi sensitif terhadap perubahan tingkat suku
bunga. Semakin sensitive permintaan akan uangterhadap perubahan suku bunga
dibandingkan terhadap perubahan pendapatan maka akan semakin besar pula efek
crowding out.
BAB III
METODE PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendiskripsikan bagaimana potret kebijakan anggaran dalam sepuluh tahun
terakhir di masa jabatan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden Republik
Indonesia. Selain itu untuk mengetahui bagaimana struktur anggaran yang
ditetapkan selama sepuluh ta hunterakhir dan menjelaskan prestasi apa yang
telah dicapai selama ini. Untuk memenuhi tujuan penelitian diatas, bab ini akan
menjelaskan tentang variabel dan metode yang digunakan dalam penelitian.
3.1 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu berbentuk
apasaja yang ditetapkan oleh peneliti untu dipelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono,
2010).Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah surplus/ defisit
anggaran, pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, inflasi dan penganggura.
3.2 Definisi Operasional
1. Surplus / Defisit Anggaran Publik
Per PDB
Tingkat output suatu
perekonomian dapat diproksikan dengan Produk Domestik Bruto (PDB). PDB menurut
Mankiw (2007) adalah adalah nilai dari semua produk akhir barang dan jasa yang
diproduksi di suatu negara pada periode satu tahun .PDB dapat dihitung dengan
pendekatan produksi, pendapatan dan pengeluaran.Dalam penelitian ini data PDB
yang digunakan adalah dengan pendekatan produksi. Pendekatan produksi berarti
nilai tambah yang diciptakan dalam suatu proses produksi dengan cara
menjumlahkan nilai tambah yang diwujudkan oleh perusahaan-perusahaan di
berbagai lapangan usaha dalam perekonomian (Sukirno, 2000)
Surplus / defisit
anggaran publik per PDB menurut World
Bank adalah surplus atau defisit anggaran pemerintah pusat yang dibagi
dengan PDB.Indikator ini merupakan indikasi dari apakah pemerintah menerapkan kebijkan
fiskal ekspansif atau kontraktif.Bila angkanya semakin besar, hal tersebut
berarti pemerintah sedang melakukan pengetatan anggaran (fiscal contractif).Sebaliknya bila angkanya semakin kecil, hal
tersebut menandakan pemerintah sedang melakukuan pelonggaran fiskal (fiscal ekspansive).
Menteri
Keuangan (Menkeu) terhitung mulai tanggal 27 Agustus 2008 menetapkan Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 123/PMK.07/2008 tentang Batas Maksimal Jumlah
Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Batas Maksimal
Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Masing-Masing Daerah, dan Batas
Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2009. Ketentuan ini
ditetapkan dalam rangka melaksanakan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah
Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah serta Pasal 105 dan Pasal 106 ayat
(1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah. Di dalam ketentuan tersebut, dinyatakan bahwa jumlah defisit APBN dan
APBD tidak melebihi 3% (tiga persen) dari PDB tahun bersangkutan. PDB tahun
bersangkutan yang digunakan dalm perhitungan tersebut adalah proyeksi PDB yang
digunakan dalam penyusunan APBN Tahun Anggaran
2.
Pertumbuhan
Ekonomi
Boediono (1992) menyatakan, bahwa pertumbuhan ekonomi
adalah proses kenaikan output dalam jangka panjang. Pemakaian indikator
pertumbuhan ekonomi akan dilihat dalam kurun waktu yang cukup lama, misalnya
sepuluh, dua puluh, limapuluh tahun atau bahkan lebih. Pertumbuhan ekonomi akan
terjadi apabila ada kencenderungan yang terjadi dari proses internal
perekonomian itu, artinya harus berasal dari kekuatan yang ada di dalam
perekonomian itu sendiri. Untuk mengetahui apakah suatu perekonomian mengalami
pertumbuhan, harus dipertimbangkan PDRB
riil satu tahun (PDRBt) dengan PDRB riil tahun sebelumnya (PDRBt-1)
3. Tingkat Inflasi
Inflasi menurut Case
& Fair (2007)adalah kecenderungan harga untuk meningkat secara terus
menerus.Kenaikan harga satu atau dua macam, kenaikan harga musiman atau sekali
saja tidak bisa disebut inflasi. Inflasi bisa dihiting menggunakan Indeks harga
konsumen dan PDB deflator. Pada penelitian ini sumber data inflasi dihitung
menggunakan Indeks Harga Konsumen. Tingkat inflasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tingkat inflasi yang menunjukkan besarnya kenaikan
harga-harga secara umum pada periode waktu tertentu secara tahunan (2006-2015).
4.
Pengangguran
Data yang digunakan untuk melihat pengangguran
adalah tingkat pengangguran terbuka di Indonesia tahun 1983-2013 (dalam satuan
persen). Pengangguran yang dimaksud adalah dengan membandingkan jumlah angkatan
kerja dengan tenaga kerja yang sedang
mencari pekerjaan maupun yang tidak sedang bekerja, termasuk didalamnya
tenaga kerja yang mempersiapkan bisnis.
5.
Kemiskinan
BAPPENAS (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai
kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak
mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan
kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar tersebut antara lain, terpenuhinya
kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih,
pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan
atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan
sosial-politik.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Perkembangan Struktur APBN
APBN adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat.APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat
rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari
- 31 Desember).APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan
pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan
pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional,
mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas
pembangunan secara umum.
Tabel di bawah ini
menyajikan tentang bagaimana perkembangan struktur anggaran keuangan negara
selama 10 tahun terakhir.Dapat diketahui bahwa selama ini struktur yang
diterapkan pemerintah adalah struktur defisit.Struktur ini menunjukan bahwa
pengeluaran pemerintah setiap tahun lebih besar dibandingkan dengan
penerimaannya.Selain itu besar anggaran defisit pemerintah dari tahun 2006
sampai tahun 2015 terus meningkat. Pada tahun 2006 dapat diketahui defisit APBN
sebesar 33.98 Triliyun sedangkan pada tahun 2015 berdasarkan nota keuangan dan
APBN Indonesia melakukan defisit anggaran sebesar 257.57 Triliyun.
Dalam melakukan merencanakan
anggaran ini pemerintah tidak boleh sembarangan dalam menentukan anggaran
defisitnya.Anggaran ini harus dijaga demi menjaga kestabilan perekonomian
negara.Besar defisit anggaran ini telah diatur dalam dalam undang
undang.Didalam undang tersebut dikatakan bahwa besar anggaran defisit tidak
lebih besar dari 3% dari asumsi PDB tahuntersebut.Bila melihat tabel di bawah
ini anggaran pemerintah telah sesuai dengan aturan yang berlaku.
Tabel
4.1
Perkembangan
Struktur APBN
Tahun
|
Anggaran Defisit (G-T) (Triliyun)
|
Asumsi Rasio Defisit terhadap PDB
|
2006
|
-33.98
|
-
|
2007
|
-49.48
|
-
|
2008
|
-4.12
|
0.08
|
2009
|
-88.62
|
1.58
|
2010
|
-46.85
|
0.73
|
2011
|
-84.40
|
1.14
|
2012
|
-153.34
|
1.86
|
2013
|
-224.20
|
2.38
|
2014
|
-241.49
|
2.40
|
2015
|
-257.57
|
2.32
|
Sumber: Nota Keuangan dan APBN
Berbagai Edisi
4.1.2 Perkembangan
Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
Boediono (1992) menyatakan, bahwa pertumbuhan ekonomi
adalah proses kenaikan output dalam jangka panjang. Pemakaian indikator
pertumbuhan ekonomi akan dilihat dalam kurun waktu yang cukup lama, misalnya
sepuluh, dua puluh, limapuluh tahun atau bahkan lebih. Untuk mengetahui apakah
suatu perekonomian mengalami pertumbuhan, harus
dipertimbangkan PDRB riil satu tahun (PDRBt) dengan PDRB riil tahun
sebelumnya (PDRBt-1).
Inflasi
menurut Case & Fair (2007)adalah kecenderungan harga untuk meningkat secara
terus menerus.Kenaikan harga satu atau dua macam, kenaikan harga musiman atau
sekali saja tidak bisa disebut inflasi.Inflasi bisa dihiting menggunakan Indeks
harga konsumen dan PDB deflator.Pada penelitian ini sumber data inflasi
dihitung menggunakan Indeks Harga Konsumen.Tingkat inflasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tingkat inflasi yang menunjukkan besarnya kenaikan
harga-harga secara umum pada periode waktu tertentu secara tahunan (2006-2015).
Tabel dibawah
menunjukan bahwa selama sepuluh tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia
selalu berfluktuasi.Sama halnya dengan pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi
sepanjang tahun selalu berfluktuasi. Tercatat pertumbuhan ekonomi terendah
berada pada tahun 2009 yaitu sebesar 4.63 % dan pertumbuhan ekonomi tertinggi
tercatat pada tahun 2012 yaitu sebesar 6.26%.
sedangkan tigkat inlasi terendah yaitu pada tahun 2008 yaitu sebesar
2.78% dan tertinggi sebesar11.06% pada tahun 2008.
Tabel
4.2
Perkembangan
Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
Tahun
|
Growth(%)
|
Inflasi(%)
|
2006
|
5.5
|
6.60
|
2007
|
6.35
|
6.59
|
2008
|
6.01
|
11.06
|
2009
|
4.63
|
2.78
|
2010
|
6.22
|
9.69
|
2011
|
6.49
|
3.79
|
2012
|
6.26
|
4.30
|
2013
|
5.78
|
8.38
|
2014
|
5.8 (September)
|
3.71 (September)
|
2015
|
|
|
Sumber:
BPS, Oktober 2014
4.1.3
Perkembangan Pengangguran dan Kemiskinan di Indonesia
BAPPENAS (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai
kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak
mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan
kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar tersebut antara lain, terpenuhinya
kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih,
pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan
atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan
sosial-politik.
Pada tabel dibawah ini dapat diketahu bahwa selam 10
tahun terakhir jumlah kemiskinan penduduk Indonesia (kota dan desa) semakin
turun. Kemiskinan menurun baik dalam jumlah maupun prosentase penduduk.
Tercatat pada tahun 2006 jumlah kemiskinan sebesar 39.3 juta atau 17.75% dan
pada tahun 2014 (September) menjadi 28.07 juta atau 11.37%.
Tabel 4.3
Perkembangan Pengangguran dan Kemiskinan Indonesia
Tahun
|
Pengangguran(Juta)
|
Kemiskinan(Juta)
|
(%)
|
2006
|
10.93
|
39.30
|
17.75
|
2007
|
10.01
|
37.17
|
16.58
|
2008
|
9.39
|
34.96
|
15.42
|
2009
|
8.96
|
32.53
|
14.15
|
2010
|
8.59
|
31.02
|
13.33
|
2011
|
8.32
|
30.02
|
12.49
|
2012
|
7.70
|
29.89
|
12.36
|
2013
|
7.24
|
28.59
|
11.66
|
2014
|
7.39
|
28.07
|
11.37
|
2015
|
|
|
|
Sumber: BPS, Oktober 2014
Selain itu pada tabel
4.3 menyajikan perkembangan jumlah pengangguran yang ada di Indonesia.Selama 10
tahun terakhir jumlah pengangguran juga mengalami penurunan.Tercatat pada tahun
2006 jumlah pengangguran sebesar 10.93 juta dan pada tahun 2014 (September)
turun menjadi 7.39 juta orang.
Prestasi dalam
penurunan tingkat kemiskinan dan pengangguran di Indonesia bisa jadi disebabkan
karena kebijakan anggaran yang tiap tahun terus meningkat.Peningkatan anggaran
ini yang pada akhirnya meningktakan lapangan pekerjaan yang dapat menyerap
tenaga kerja di Indonesia.
4.2 Kebijakan Anggaran atau
Anggaran yang Bijak
Setelah menjabarkan bagaimana perkembangan masing
masing variabel dalam penelitian ini pada bagian ini akan dijelaskan bagaimana
hubungan antar variabel didalam penelitian secara deskriptif. Pada bagian ini
juga dijelaskan bagaimana anggaran yang ditetapkan dalam perekonomian
Indonesia, apakah kebijakan ini hanya sebagai pencitraan pemerintah agar dapat
menarik simpati masyarakat melalui prestasi yang semu ataukah kebijakan ini
sesuai dengan apa yang diharapkan rakyat.
4.2.1 Hubungan antara Anggaran Defisit dengan Kemiskinan dan
Pengangguran
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai hubungan
antara kebijakan keuangan melalui APBN dan prestasi apa saja yang telah dicapai
dengan adanyanya kebijakan tersebut. Pada tabel di bawah ini dapat diketahui
bahwa kebijakan anggaran yang dilakukan pemerintah selama sepuluh tahun
terakhir adalah kebijakan defisit.Pada bagian awal telah di jelaskan mengenai
anggaran defisit dan bagaimana pembiayaan yang dilakukan ketika kebijakan ini
dilakukan.Kebijakan defisit merupakan kondisi dimana pendapatan lebih kecil
dibandingkan dengan pengeluaran pemerintah. Kekurangan pembiayaan ini nantinya
akan di tutup dengan pembiayaan atau utang luar negeri atau pembiayaan didalam
negeri melalui pencetakan uang dan penerbitan obligasi. Lalu bagaimana
dampaknya bila anggaran pemerintah selalui defisit?Apakah kebijakan tersebut
baik atau tidak untuk kestabilan perekonomian Indonesia? Masalah ini akan di
jabarkan pada tabel di bawah ini:
Tabel
4.4
Hubungan antara
Anggaran Defisit dengan Kemiskinan dan Pengangguran
Tahun
|
(G-T) (Triliyun)
|
Asumsi rasio
|
Pengangguran(Juta)
|
Kemiskinan(Juta)
|
(%)
|
2006
|
-33.98
|
|
10.93
|
39.30
|
17.75
|
2007
|
-49.48
|
|
10.01
|
37.17
|
16.58
|
2008
|
-4.12
|
0.08
|
9.39
|
34.96
|
15.42
|
2009
|
-88.62
|
1.58
|
8.96
|
32.53
|
14.15
|
2010
|
-46.85
|
0.73
|
8.59
|
31.02
|
13.33
|
2011
|
-84.40
|
1.14
|
8.32
|
30.02
|
12.49
|
2012
|
-153.34
|
1.86
|
7.70
|
29.89
|
12.36
|
2013
|
-224.20
|
2.38
|
7.24
|
28.59
|
11.66
|
2014
|
-241.49
|
2.40
|
7.39
|
28.07
|
11.37
|
2015
|
-257.57
|
2.32
|
|
|
|
Sumber: BPS, Oktober 2014 dan
Nota Keuangan dan APBN berbagai edisi
Kebijakan anggaran
pemerintah setiap tahun selalu defisit.Kebijakan defisit ini tentunya memiliki
atauran dan batasan agar tidak mengganggu kestabilan perekonomian
Indonesia.Pemerintah tidak boleh defisit melebihi 3% dibanding dengan PDB
Indonesia sesuai dengan peraturan yang ada.. Kebijakan ini ditetapkan agar
pemerintahan selanjutnya tidak terbebani dalam membayar pembiayaan yang
disebabkan pada anggaran tahun sebelumnya.
Kebijakan ini nampaknya
memiliki hubungan yang baik dengan tingkat pengangguran dan kemiskinan di
Indonesia.Anggaran yang tiap tahun meningkat juga meningkatkan dampak bagi pada
jumlah pengangguran dan kemiskinan di Indonesia.Kebijakan yang ekspansif
ternyata memberikan dampak yang baik terbukti bahwa setiap tahun jumlah
pengangguran dan kemiskinan di Indonesia selalu mengalami penurunan.
4.2.2 Realisasi
dan Evaluasi Kebijakan Fiskal dan APBN
Terlepas
dari prestasi pemerintah melalui APBN yang mampu memberikan dampak positif
terhadap kemiskinan dan pengangguran, tingkat inflasi selalu berfluktuasi.Bagaikan
pisau bermata dua, kebijakan yang diambil memiliki trade offdengan kebijakan lainnya.Disaat pengangguran dan kemiskinan memiliki perkembangan yang baik
yaitu menunjukan penurunan di setiap tahunnya, inflasi Indonesia selama 10
tahun terakhir tak terkendali.Bahkan di tiga periode yaitu pada tahun 2007,
2010, dan 2013 tingkat inflasi keluar jauh dari asumsi penyusunan
anggaran.Melalui perkembangan inilah dapat diketahui bahwa sasaran dari kebijakan
anggaran yang selama ini dilakukan adalah pengentasan pengangguran dan
kemiskinan.
Tabel 4.5
Trade off
Inflasi dengan Pengangguran dan Kemiskinan
Tahun
|
Asumsi Inf
|
Inflasi
|
Pengangguran(Juta)
|
Kemiskinan(Juta)
|
(%)
|
2006
|
8.00
|
6.60
|
10.93
|
39.30
|
17.75
|
2007
|
6.50
|
6.59
|
10.01
|
37.17
|
16.58
|
2008
|
11.10
|
11.06
|
9.39
|
34.96
|
15.42
|
2009
|
2.80
|
2.78
|
8.96
|
32.53
|
14.15
|
2010
|
7.00
|
9.69
|
8.59
|
31.02
|
13.33
|
2011
|
3.80
|
3.79
|
8.32
|
30.02
|
12.49
|
2012
|
4.30
|
4.30
|
7.70
|
29.89
|
12.36
|
2013
|
7.20
|
8.38
|
7.24
|
28.59
|
11.66
|
2014
|
5.5>5.3
|
3.71 (September)
|
7.39
|
28.07
|
11.37
|
2015
|
4.40
|
|
|
|
|
Sumber: BPS Oktober 2014 dan Nota
Keuangan dan APBN Berbagai Edisi
Namun, Apakah kebijakan
anggran ini benar benar efektif dalam mengentaskan kemiskinan dan
pertumbuhan?dan apakah kebijakan anggaran ini tepat atau hanya sebagai alat
pencitraan pemerintah? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut tabel dibawah ini
akan menjelaskan lebih lanjut tentang kebijakan anggaran yang telah
dianggarakan selama ini.
Tabel 4.6
Realisasi Anggaran dan
Pertumbuhan ekonomi
Tahun
|
PDB
|
(G-T) (Triliyun)
|
rasio anggaran defisit dan PDB
|
Asumsi rasio
|
asumsi Growth
|
Growth
|
2006
|
1847.13
|
-33.98
|
-1.84
|
|
5.8
|
5.5
|
2007
|
1964.33
|
-49.48
|
-2.52
|
|
6.30
|
6.35
|
2008
|
2082.46
|
-4.12
|
-0.20
|
0.08
|
6.00
|
6.01
|
2009
|
2178.85
|
-88.62
|
-4.07
|
1.58
|
4.60
|
4.63
|
2010
|
2314.46
|
-46.85
|
-2.02
|
0.73
|
6.20
|
6.22
|
2011
|
2464.57
|
-84.40
|
-3.42
|
1.14
|
6.50
|
6.49
|
2012
|
2618.94
|
-153.34
|
-5.85
|
1.86
|
6.20
|
6.26
|
2013
|
2770.35
|
-224.20
|
-8.09
|
2.38
|
6.30
|
5.78
|
2014
|
|
-241.49
|
|
2.40
|
6>5.5
|
5.8 (September)
|
2015
|
|
-257.57
|
|
2.32
|
5.60
|
|
Sumber: BPS Oktober 2014 dan Nota
Keuangan dan APBN Berbagai Edisi
Ternyata setelah menyandingkan anggaran pemerintah
dengan realisasi pertumbuhan ekonomi dengan asumsinya selama sepeluh tahun
terakhir dapat diperoleh berbagai fakta fakta menarik tentang anggaran
pemerintah.Ternyata rasio anggaran defisit dengan PDB actual menyatakan bahwa
anggaran defisit yang dilakukan pemerintah tidak sesuai dengan asumsi awal
bahkan anggaran defisit bila dibandingkan dengan PDB melebihi dari peraturan
yang ada.Tercatat 6 periode rasio anggaran melebihi dengan asumsi awalnya dan
pada tahun 2009, 2011, 2012, 2013 anggaran melebihi dari batas defisit yang
ditetapkan.Anggaran defisit yang besar ini pada akhirnya membebani pemerintah
pada tahun berikutnya.
Sama halnya dengan inflasi yang telah dibahas
sebelumnya pertumbuhan ekonomi ternyata bukan menjadi perhatian dpemerinth
dalam melaksanakan kebijakan anggara. Terdapat 3 periode yang tidak sesuai
dengan asumsi atau target pemerintah dalam menganggarkan keuangan.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Setelah menganalisi
anggaran pemerintah dan membandingkannya dengan realisasi yang ada maka di
peroleh beberapa kesimpulan:
1.
Selama sepuluh
tahun terakhir Indonesia terus menetapkan kebijakan anggaran defisit.
Berdasarkan Nota Keuangan dan APBN berbagai edisi dapat diketahui bahwa defisit
anggaran pemerintah tiap tahun terus meningkat.
2.
Selama sepuluh
tahun terakhir pertumbuhan ekonomi dan inflasi terus berfluktuasi.
3.
Tingkat
kemiskinan dan pengangguran di Indonesia selama 10 tahun terus mengalami
perkembangan yang baik. Berdasarkan data BPS yang diunduk pada bulan Oktober
2014, jumlah kemiskinan dan pengangguran terus berkurang.
4.
Bagai pisau
bermata dua, kebijakan anggaran pemerintah selama sepuluh tahun terakhir
berfokus pada pengentasan kemiskinan dan pengangguran sedangkan pertumbuhan
ekonomi dan inflasi bukan menjadi sasaran utama dalam kebijakan anggaran selama
ini.
5.
Realisasi rasio
anggaran defisit ternyata melebihi batasan yang telah ditetapkan. Tercatat
terdapat empat periode anggaran yang rasio defisitnya melebihi peraturan yang
ada.
5.2
Saran
Seharusnya
pemerintah dalam melaksanakan anggaran bukan hanya sekedar menarik simpati
masyarakat dengan tujuan yang bersifat jangka pendek semata.Selain itu
seharusnya anggaran defisit yang ditetapkan jangan sampai melebihi peraturan
yang ada agar tidak membebani pemerintahan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
BAPPENAS. 2004
Boediono, 1992.Teori
Pertumbuhan Ekonomi, Yogyakarta : BPFE
Case, K. E. and R.C. Fair. 2007. Prinsip Prinsip Ekonomi. Jakarta:
Erlangga
Froyen.
2002. Macroeconomics. University of
North Carolina
Mankiw,
N. G. 2007. Makroekonomi. Jakarta:
Erlangga
Sugiyono.
2010. Metode Penelitian Kualitatif
Kuntitatif dan RND. Bandung: Alfabeta
Sukirno,
Sadono, 2000. Makro Ekonomi Teori Pengantar, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada
Suryaningsih,
Ndari, dkk. 2012. Dampak Kebijakan Fiskal
terhadap Output dan Inflasi.dalam Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar