oleh :
Cintami Rahmawati
MAGISTER ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
ABSTRAK
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui fenomena konversi lahan pertanian ke non
pertanian di wilayah Kendal bagian utara dan untuk mengetahui upaya yang dapat
dilakukan untuk mengendalikan konversi lahan pertanian ke non pertanian di
wilayah Kendal bagian utara. Motede penulisan menggunakan metode deskriptif.
Hasil
penelitian menunjukan bahwa terjadinya
konversi lahan pertanian ke non pertanian yang diakibatkan pertumbuhan
perumahan pemukiman, industri jasa dan perdagangan di Kendal bagian utara. Konversi
lahan pertanian terjadi hampir merata di Kabupaten Kendal bagian utara dengan
pola mengikuti jaringan jalan yang ada dan posisinya pada alokasi lahan
pertanian serta lahan yang merupakan sawah-sawah yang mempunyai kesesuaian
lahan S1 (sangat sesuai) untuk tanaman lahan sawah tersebut subur dan
beririgasi teknis.
Upaya
untuk mengendalikan konversi lahan adalah melalui regulasi untuk menetapkan
sejumlah aturan dalam pemanfaatan lahan yang ada. menyempurnakan sistem dan
aturan jual beli lahan serta penyempurnaan pola penguasaan lahan (land tenure system) guna mendukung
upaya ke arah mempertahankan keberadaan lahan pertanian. Pemberian subsidi
kepada para petani yang dapat meningkatkan kualitas lahan. Selain itu,
pengembangan prasarana lebih diarahkan untuk mendukung pengembangan kegiatan
budidaya pertanian.
Kata Kunci : Konversi lahan, upaya
pengendalian
ABSTRACT
This study aims to determine the phenomenon of conversion of agricultural land to non-agricultural in Kendal Northern Territory And identify Efforts can be done to control the conversion of agricultural land to non-agricultural in Kendal Northern Territory. This research uses descriptive method.
The research results showed that the conversion of agricultural land to non-agricultural caused the growth of housing settlements, industry and trade services in kendal north conversion of agricultural land occurred almost evenly in kendal northern with pattern follows the existing road network and its position on agricultural land allocation the land which is field have suitability land S1 (appropriate) for plants field area is fertile and irrigated technical .
Efforts
for land conversion control is through the regulation of a number of rule sets
hearts for land use. The rules perfect system of buying and selling land under
the control of pattern refinement and land (land tenure system) to support
efforts to maintain the existence of agricultural land direction. Providing
subsidies to the farmers shown to improve quality of land . moreover,
infrastructure development is geared to support the development of agricultural
cultivation .
Keywords : Land
Conversion , Control Efforts
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Laju
pertumbuhan penduduk memicu dibangunnya kawasan pemukiman sebagai konsekuensi
logis pemenuhan kebutuhan pokok akan
papan. Pembangunan dan perkembangan aktivitas penduduk, secara langsung akan
mendorong peningkatan pemanfaatan lahan, sehingga ketika daya dukung terlampaui
maka akan timbul berbagai macam permasalahan. Salah
satu fenomena dalam pemanfaatan lahan adalah adanya alih fungsi lahan
(konversi) lahan. Fenomena ini muncul seiring dengan bertambahnya kebutuhan dan
permintaan terhadap lahan, baik dari sektor pertanian maupun dari sektor
non-pertanian akibat pertambahan penduduk dan kegiatan pembangunan. Fenomena
alih fungsi lahan terjadi akibat transformasi struktural perekonomian dan
demografis, khususnya di negara-negara berkembang. Tuntutan pembangunan
infrastruktur baik berupa jalan, pemukiman, maupun kawasan industri, turut
mendorong permintaan terhadap lahan. Akibatnya, banyak lahan sawah, terutama
yang berada dekat dengan kawasan perkotaan, beralih fungsi untuk penggunaan
tersebut.
Menipisnya
tanah pertanian akibat konversi (alih fungsi) lahan merupakan salah satu faktor
penyebab keterpurukan sektor pertanian di Indonesia. Penyempitan lahan
persawahan tidak hanya berdampak pada penurunan produksi padi, tapi juga pada
penghasilan masyarakat Indonesia yang bermata pencaharian sebagai petani.
Bahkan dengan pengalihan tanah tersebut, tidak sedikit masyarakat yang harus
beralih profesi atau bahkan menjadi penganguran, kesejahteraan bagi petani
semakin jauh dari angan-angan.
Kebijakan
pemerintah untuk meningkatkan kualitas sektor pertanian, terutama peningkatan
kesejahteraan petani cenderung hanya pemanis bibir saja. Pemerintahan Soesilo
Bambang Yudoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) pernah mencanangkan program “Revitalisasi
Pertanian”. Program ini bertujuan untuk mengembalikan kepercayaan diri petani
agar bangga terhadap profesi pertanian. Kebijakan ini dalam arti luas diarahkan
untuk mendorong pengamanan ketahanan pangan, peningkatan daya saing,
diversifikasi, peningkatan produktivitas dan nilai tambah produk pertanian,
peternakan, perkebunan, perikanan dan kehutanan untuk meningkatkan kesejahteraan
petani dan nelayan. Pencanangan program tersebut sempat memberikan secercah
harapan bagi petani, namun sayangnya sampai saat ini program tersebut masih
belum terwujudkan. Alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian semakin
diperparah dengan disahkannya Peraturan Presiden (Perpres) No.36 Tahun 2005
tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum
karena peraturan presiden tersebut
berpotensi mengancam hak-hak rakyat atas tanah. Padahal dalam Undang-Undang
Dasar 1945 menunjukkan bahwa tujuan dari pembentukan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, sehingga
sangat heran apabila dalam prakteknya ternyata banyak hak-hak rakyat yang
dilanggar terutama pada kalangan petani. Mereka merasakan semakin sulit untuk
mendapatkan hak atas tanah serta kurangnya perlindungan yang diberikan oleh
pemerintah terhadap petani untuk mendapatkan tanah menyebabkan begitu mudahnya
petani kehilangan tanahnya.
Menurut
perhitungan Japan International Cooperation
Agency (JICA) mengenai proyeksi konversi lahan yang akan terjadi di
Indonesia cukup tinggi, khususnya empat pulau besar yaitu Jawa, Bali, Sumatra
dan Sulawesi. Total konversi lahan beririgasi yang akan beralih fungsi menjadi
lahan non pertanian di wilayah tersebut sampai tahun 2000 diperkirakan mencapai
luas 25.000 ha, akan terus meningkat dengan tajam sampai tahun 2020 seluas
807.500 ha. (JICA dalam Kurnia, 1996).
Tabel
1.1.
Proyeksi
Terjadinya Konversi Lahan Pertanian Sampai Tahun 2020
Periode
|
Jawa (Ha)
|
Bali (Ha)
|
Sumatra (Ha)
|
Sulawesi (Ha)
|
Total (Ha)
|
1991 – 1995
|
20.000
|
1000
|
1000
|
500
|
22.500
|
1996 – 2000
|
22.000
|
1000
|
1500
|
500
|
25.000
|
2001 – 2010
|
22.000
|
1000
|
2000
|
1000
|
26.000
|
2011 – 2020
|
25.000
|
1000
|
3000
|
2000
|
31.000
|
Sumber
: JICA (dalam Ganjar Kurnia, 1996)
Menurut
BPS 2010 Jumlah penduduk Indonesia adalah 237 641 326 jiwa dengan kepadatan
penduduk indonesia baru mencapai 124 jiwa per km pada tahun 2010, tetapi
kepadatan penduduk pulau jawa telah mencapai 1033 jiwa per km (Rusli 2012). Terjadinya
konversi alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan terbangun yang berlangsung
pesat di Pulau Jawa dalam dasawarsa terakhir ini, telah menyangkut dimensi
permasalahan yang luas, terutama masalah pangan. Menurut Iwan Kustiwan dalam
Harjono (2005), setidaknya ada tiga hal yang melatarbelakangi nya : (1) Dalam
konteks makro fenomena ini merupakan dampak dari proses transformasi ekonomi
(dari pertanian ke industri) dan demografis (dari pedesaan ke perkotaan) yang
pada gilirannya menuntut pula adanya transformasi alokasi sumber daya lahan
dari pertanian ke non pertanian. (2) Fenomena konversi justru terjadi pada lahan sawah di wilayah yang
selama ini berperan sebagai sentra produksi padi, yaitu wilayah Pulau Jawa yang
mempunyai produktivitas tinggi karena didukung oleh prasarana irigasi teknis
sehingga dapat menjadi ancaman terhadap upaya mempertahankan swasembada
nasional. (3) Fenomena konversi lahan pertanian (sawah) terkait dengan dampak
social-ekonominya dalam skala mikro rumah tangga pertanian, terutama dalam kaitannya
dengan pergeseran struktur ketenagakerjaan dan penguasaan-pemilikan lahan
pertanian di pedesaan.
Banyak
fenomena alih fungsi tanah pertanian yang berubah menjadi tanah untuk kawasan
industri, seperti pabrik, perumahan, pusat-pusat perbelanjaan. Meningkatnya
alih fungsi tanah pertanian berdampak pada ketahanan pangan, dalam hal ini
mempengaruhi pembudidayaan tanaman padi akibatnya produktivitas padi menjadi
menurun dalam upayanya mempertahankan potensi pertanian yang ada, upaya
pembatasan terhadap konversi lahan sawah harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah
disamping pelaksanaan intensifikasi pertanian, sebab dari sisi kelestarian (sustainableI, beberapa wilayah yang
semestinya menjadi kawasan budidaya potensial yang ada, sehingga terjadi
pemborosan sumberdaya lahan, yaitu berkurangnya lahan pertanian produktif dan
hilangnya begitu saja investasi irigasi yang besar.
Kabupaten
Kendal merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang bias dikatakan
sebagai Kabupaten dengan wilayah agraris, karena sampai saat ini masih
didominasi oleh areal persawahan. Hal ini
ditunjukkan dengan besarnya luas lahan yang digunakan untuk pertanian.
Kabupaten Kendal juga memiliki pantai yang panjangnya ± 41 km yang membujur
dari timur ke barat (perbatasan Kota Semarang sampai dengan perbatasan
Kabupaten Batang). Usaha pertanian (sawah, tegalan, tambak, dan kolam) dan
hutan serta perkebunan meliputi 75,93% luas wilayah kabupaten sedangkan sisanya
digunakan untuk pekarangan (lahan untuk bangunan dan halaman sekitarnya), padang
rumput, dan lahan yang sementara tidak diusahakan. Menurut BPS tahun 2010,
Kabupaten Kendal memilki luas sawah irigasi teknis seluas 15.856 Ha. Sawah
irigasi setengah teknis seluas 1.574. Sawah irigasi non teknis di Kabupaten Kendal
tahun 2010 seluas 7.764 Ha. Sawah tadah hujan seluas 961 Ha. Namun
demikian pertumbuhan penduduk dan kegiatan pembangunan yang dilakukan telah
menyebabkan terjadinya konversi lahan pertanian yang dikhawatirkan konversi
lahan tersebut dapat berlangsung secara terus menerus.
Peta
Kabupaten Kendal
Sumber : BPS Kab Kendal, 2010.
Wilayah
bagian utara Kabupaten Kendal merupakan wilayah yang sangat potensial untuk
pengembangan pertanian utamanya pertanian lahan basah. Kabupaten Kendal bagian
utara meliputi daerah Weleri, Rowosari, Kangkung, Cepiring, Gemuh, Ringinarum,
Pegandon, Ngampel, Patebon, Brangsong Kaliwungu, dan Kendal. Lahan pertanian di
wilayah tersebut sangat perlu untuk dipertahankan, karena tersedia kecukupan
air dengan sistem irigasi teknis dan wilayah tersebut memiliki jenis tanah yang
sangat sesuai untuk budidaya pertanian. Berdasarkan Kabupaten Kendal Dalam
Angka Tahun 2010 menunjukan bahwa luas lahan sawah di Kendal bagian utara
seluas 18.787 hektar (70,96% dari luas sawah keseluruhan di kabupaten Kendal
seluas 26.472 hektar). Berdasarkan sistem irigasinya, seluas 15.115 Ha sawah
beririgasi teknis berada di Kendal bagian utara (97,03% dari lahan sawah
beririgasi teknis keseluruhan di Kabupaten Kendal seluas 15.577 Ha). Dengan
demikian secara eksplisit wilyah bagian utara merupakan lumbung padi bagi
Kabupaten Kendal.
Salah
satu ancaman bagi keberlangsungan produksi pertanian di Kabupaten Kendal adalah
terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian yang diakibatkan
pertumbuhan perumahan permukiman, industri, jasa dan perdagangan di wilayah
tersebut, sehingga mengakibatkan semakin menyempitnya lahan-lahan pertanian.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian diatas, maka makalah ini akan membahas tentang :
1. Bagaimana
fenomena konversi lahan pertanian ke non pertanian di wilayah Kendal bagian
utara ?
2. Apa
upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan konversi lahan pertanian ke non
pertanian di wilayah Kendal bagian utara ?
Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui
fenomena konversi lahan pertanian ke non pertanian di wilayah Kendal bagian utara.
2. Mengetahui
upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi konversi lahan pertanian ke non
pertanian di wilayah Kendal bagian utara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep
Pembangunan Berkelanjutan
Berkembangnya industri telah memicu banyak
perubahan, hal tersebut sangat terasa pada perubahan lingkungan dengan
ekosistemnya akibat aktivitas manusia yang semakin meningkat. Perubahan
tersebut dapat terlihat pada penurunan kualitas lingkungan dan keragaman hayati
(biodiversity yang ada di bumi ini.
akibat dari kondisi tersebut,, manusia akang mengalami krisis lingkungan global
sehingga dituntut adanya peralihan pembangunan yang berbasis pada
industrialisasi eksploitatif menjadi pembangunan yang berkelanjutan (Harjono,
2005). Tjokrowinoto (1996) mengungkapkan bahwa keberhasilan paradigma
pembangunan mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah membawa berbagai
akibat negatif.
Pengertian Lahan dan Fungsi Utama Lahan
Lahan
sebagai modal alami utama yang melandasi kegiatan kehidupan dan penghidupan,
menurut Utomo (1992) memiliki dua fungsi dasar, yakni fungsi kegiatan budaya;
suatu kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, seperti
pemukiman, baik sebagai kawasan perkotaan maupun pedesaan, perkebunan hutan
produksi, dan lain-lain. Fungsi yang kedua adalah fungsi lindung; kawasan yang
ditetapkan dengan fungsi utamanya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup
yang ada, yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta
budaya bangsa yang bisa menunjang pemanfaatan budidaya.
Penggunaan
lahan sangat terkait dengan tata guna lahan. Tata guna lahan menurut Jayadinata
(1999) adalah pengaturan penggunaan lahan itu sendiri. Hal yang dibicarakan
dalam tata guna lahan tidak hanya penggunaan permukaan bumi di daratan, tetapi
juga mengenai penggunaan permukaan bumi di lautan. Aspek-aspek penting dalam
tata guna lahan adalah lahan dengan unsur alami lain, yaitu tubuh lahan (soil,
air, iklim, dan sebagainya) serta mempelajari kegiatan manusia, baik dalam
kehidupan sosial, maupun dalam kehidupan ekonomi. Dalam istilan tata guna
lahan, terdapat dua unsur penting, antara lain: a) Tata guna lahan yang berarti
penataan/pengaturan penggunaan (merujuk kepada Sumber Daya Manusia), dan b)
Lahan (merupakan Sumber Daya Alam), yang berarti ruang (permukaan lahan serta
lapisan batuan di bawahnya dan lapisan udara di atasnya), serta memerlukan
dukungan berbagai unsur alam lain, seperti air, iklim, tubuh lahan, hewan,
vegetasi, mineral, dan sebagainya.
Pertimbangan
mengenai kepentingan atas lahan di berbagai wilayah mungkin berbeda, yakni
bergantung kepada struktur sosial penduduk tertentu yang mempengaruhi prioritas
bagi fungsi tertentu kepada lahan. Aturan-aturan dalam penggunaan lahan
tergantung kepada kesepakatan yang berlaku di masyarakat. Beberapa kategori
yang dapat membandingkan aturan tata guna lahan wilayah satu dengan lainnya,
antara lain kepuasan, kecenderungan untuk kegiatan dalam tata guna lahan, luas
kesadaran akan tata guna lahan, kebutuhan orientasi, dan pemanfaatan/pengaturan
estetika.
Pemanfaatan Lahan dan Aktivitas Penduduk
Pertumbuhan
penduduk member andil yang cukup besar terhadap perkembangan suatu daerah.
Pertumbuhan jumlah penduduk disebabkan banyak faktor antara lain pertumbuhan
ekonomi, lapangan kerja dan pola kehidupan social. Pertumbuhan penduduk
mempengaruhi pembentukan suatu daerah dengan penyebaran konsentrasi penduduk
yang pada umumnya berusaha agar dekat dengan tempat kerja ataupun kegiatan
lainnya. Pola persebaran penduduk mempunyai dua cirri khas, yaitu perkembangan
penyebaran penduduk yang kurang seimbang antara wilayah dan terdapatnya
konsentrasipertumbuhan di sekitar kota dan kawasan-kawasan yang mengalami
perkembangan ekonomi cepat. Penyebaran penduduk ini tentunya diikuti dengan
bertambahnya kegiatan dan berdampak pada bertambahnya kebutuhan lahan untuk
menampung kegiatan tersebut.
Konversi Lahan
Irawan
(2004) mengungkapkan bahwa konversi lahan berawal dari permintaan komoditas
pertanian terutama komoditas pangan yang kurang elastis terhadap pendapatan
dibanding permintaan komoditas non pertanian. Oleh karena itu, pembangunan
ekonomi yang berdampak pada peningkatan pendapatan penduduk cenderung
menyebabkan naiknya permintaan komoditas non pertanian dengan laju lebih tinggi
dibanding permintaan komoditas pertanian. Konsekuensi lebih lanjut adalah,
karena kebutuhan lahan untuk memproduksi setiap komoditas merupakan turunan
dari permintaan komoditas yang bersangkutan, maka pembangunan ekonomi yang
membawa kepada peningkatan pendapatan akan menyebabkan naiknya permintaan lahan
untuk kegiatan di luar pertanian dengan laju lebih cepat dibanding kenaikan
permintaan lahan untuk kegiatan pertanian.
Pembangunan
ekonomi cenderung mendorong permintaan lahan di luar sektor pertanian dengan
laju lebih besar dibanding permintaan lahan di sektor pertanian, maka
pertumbuhan ekonomi cenderung mengurangi kuantitas lahan yang dapat digunakan
untuk kegiatan pertanian. Pengurangan kuantitas lahan yang dialokasikan untuk
kegiatan pertanian tersebut berlangsung melalui konversi lahan pertanian, yaitu
perubahan pemanfaatan lahan yang semula digunakan untuk kegiatan pertanian ke
pemanfaatan lahan di luar pertanian seperti kompleks perumahan, kawasan
perdagangan, kawasan industri, dan seterusnya (Irawan 2004). Pengertian konversi atau alih fungsi lahan
secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari
satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Konversi lahan pertanian ini tidak
terlepas dari situasi ekonomi secara keseluruhan. Di negara-negara yang sedang
berkembang konversi lahan tersebut umumnya dirangsang oleh transformasi
struktur ekonomi yang semula bertumpu pada sektor pertanian ke sektor ekonomi
yang lebih bersifat industrial. Proses transformasi ekonomi tersebut
selanjutnya merangsang terjadinya migrasi penduduk ke daerah-daerah pusat
kegiatan bisnis sehingga lahan pertanian yang lokasinya mendekati pusat
kegiatan bisnis dikonversi untuk pembangunan kompleks perumahan.
Faktor Penyebab Konversi Lahan
Konversi lahan tersebut umumnya dirangsang
oleh transformasi struktur ekonomi yang semula bertumpu pada sektor pertanian
ke sektor ekonomi yang lebih bersifat industrial khususnya di negara-negara
yang sedang berkembang. Proses transformasi ekonomi tersebut selanjutnya
merangsang terjadinya migrasi penduduk ke daerah-daerah pusat kegiatan bisnis
sehingga lahan pertanian yang lokasinya mendekati pusat kegiatan bisnis
dikonversi untuk pembangunan kompleks perumahan. Secara umum pergeseran atau
transformasi struktur. Konversi lahan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni
(1) faktor pada arus makro yang meliputi pertumbuhan industri, pertumbuhan
pemukiman, pertumbuhan penduduk, intervensi pemerintah dan ‘marjinalisasi’
ekonomi atau kemiskinan ekonomi. (2) faktor pada aras mikro yang meliputi pola
nafkah rumahtangga (struktur ekonomi rumahtangga), kesejahteraan rumahtangga
(orientasi nilai ekonomi rumahtangga) dan strategi bertahan hidup rumah tangga
(tindakan ekonomi rumah tangga).
BAB III
PEMBAHASAN
Pemanfaatan
Lahan di Kabupaten Kendal
Luas wilayah Kabupaten Kendal sebesar 100.223
Ha atau sekitar 3,08 persen luas wilayah Propinsi Jawa Tengah. Dengan alokasi
pemanfaatan ruang terdiri atas kawasan lindung sebesar 3.009,710 Ha dan kawasan
budi daya sebesar 97.213,778 Ha, maka strategi pengembangan wilayah menurut
Perda RUTRD Kabupaten Kendal 1990/1991 – 1995/1996 menyebutkan sebagai berikut
:
a.
Sub
Wilayah dan Potensi Pengembangan
Berdasarkan kondisi dan potensi daerah
Kabupaten Kendal terdiri dari sub wilayah pengembangan sebagai berikut :
Pengembangan SWP Kabupaten Kendal
SWP
|
Pusat Sub Wilayah Pengembangan
|
Wilayah Kecamatan
|
Potensi Pengembangan
|
1.
|
Kendal
|
Kaliwungu, Brangsong, Patebon, Pegandon, Cepiring dan
Kangkung.
|
Industri, perdagangan dan pertanian
|
2.
|
Weleri
|
Weleri, Rowosari, Gemuh dan Kangkung
|
Pertanian, perikanan, dan industri
|
3.
|
Sukorejo
|
Sukorejo, Patean, Plantungan dan Pageruyung
|
Perkebunan, pertanian, peternakan dan pariwisata
|
4.
|
Boja
|
Boja, Limbangan dan Singorojo
|
Perkebunan, pertanian, peternakan, perdagangan dan
pariwisata.
|
Sumber : BPS Kabupaten Kendal.
b.
Kawasan prioritas
Kawasan prioritas adalah kawasan yang memiliki
potensi dan permasalahan yang harus ditangani karena pengaruhnya cukup besar
terhadap kabupaten Kendal, yaitu :
-
Kawasan
yang berkembang cepat dengan dukungan jumlah penduduk dan kelengkapn fasilitas
serta memiliki prospek sebagai pengembangan industry dalam skala besar, yaitu
kecamatan Boja, Kaliwungu dan Weleri.
-
Kawasan
yang perlu dipelihara fungsi lindungnya, yaitu hutan lindung, resapan air,
perlindungan setempat, suaka alam dan kawasan rawan bencana alam.
-
Kawasan
yang berperan menunjang kegiatan sector strategis, yaitu kecamatan Boja, weleri
dan kecamatan Kaliwungu (pengembangan sector ekonomi strategis).
Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Kendal
Salah satu ancaman bagi keberlangsungan
produksi pertanian di Kabupaten Kendal adalah terjadinya konversi lahan
pertanian ke non pertanian yang diakibatkan pertumbuhan perumahan pemukiman,
industri jasa dan perdagangan di wilayah tersebut, sehingga mengakibatkan
semakin menyempitnya lahan-lahan pertanian. Berdasarkan data dari BPS Kabupaten
Kendal bahwa perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian
yang terjadi selama kurun waktu 2003-2008 sebesar 457 ha.
Pembagian SWP Kabupaten Kendal
Tahun
|
Jenis Pengairan
|
Jumlah
|
|||
Teknis (Ha)
|
Setengah Teknis (Ha)
|
Non Teknis (Ha)
|
Jumlah (Ha)
|
||
2003
|
16,420
|
1,861
|
7,560
|
1,088
|
26,929
|
2008
|
15,577
|
1977
|
7,957
|
961
|
26,472
|
Sumber : BPS Kabupaten Kendal.
Konversi
lahan pertanian terjadi hampir merata di Kabupaten Kendal bagian utara dengan
pola mengikuti jaringan jalan yang ada dan posisinya pada alokasi lahan
pertanian. Sebagian berada pada zona IKK
(Ibu Kota Kecamatan), yang mungkin saja berada pada alokasi ruang untuk
permukiman, namun bias juga alokasi lahan untuk pertanian, karena dalam zona
IKK tidak mungkin pula menghabiskan seluruh lahan dialokasikan untuk bangunan.
Namun Kabupaten Kendal belum semua kecamatan memiliki Renko IKK (Rencana Kota
Ibu Kota Kecamatan) dan sudah adapun kadaluarsa (Sumber Informasi kabid PP III
Bappeda Kab. Kendal).
Konversi
lahan yang terjadi pada wilayah Kendal bagian utara berada pada lahan yang
merupakan sawah-sawah yang mempunyai kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai) untuk
tanaman lahan sawah tersebut subur dan beririgasi teknis. Bila konversi lahan
sawah yang terjadi dibiarkan saja maka sumberdaya lahan potensial untuk tanaman
lahan basah di kabupaten Kendal lambat laun akan habis. Hal tersebut menunjukan
bahwa implementasi peraturan konversi
lahan pertanian sebagai upaya konversi lahan pertanian yang dilakukan
pemerintah Kabupaten Kendal belum efektif, sehingga perlu untuk dilakukan
evaluasi terhadap implementasi kebijakan tersebut.
Konversi
lahan pertanian menjadi non pertanian dilatarbelakangi kebutuhan akan lahan
yang semakin bertambah di ikuti dengan pertumbuhan penduduk yang semakin
meningkat. Konversi lahan yang terjadi di wilayah Kendal bagian utara, banyak
bergeser menjadi kawasan untuk perumaha, industri dan pertokoan. Meningkatnya
jumlah penduduk baik kelahiran maupun migrasi di wilayah Kendal bagian utara
menyebabkan kebutuhan akan tanah juga meningkat. Sedangkan jumlah tanah tidak
dapat ditambah sehingga menggeser fungsi lahan tersebut. Jika tidak ada
regulasi yang mengatur tentang ijin mendirikan bangunan dan regulasi tentang
tata kelola lahan maka para developer
akan terus menggeser wilayah pertanian ke non pertanian. Berdasarkan fenomena,
para developer mampu mengeluarkan modal yang besar agar ijin mendirikan
bangunan dapat diperoleh. Sehingga, pemerintah harus tegas bukan saja memenuhi profit yang didapat pada waktu itu namun
harus memikirkan pula jangka panjang jika areal pertanian menjadi non
pertanian.
Upaya-Upaya Untuk Mengendalikan
Alih Fungsi Tanah Pertanian Ke Nonpertanian
Tanah
merupakan sumber daya langka dan unik, dimana jumlah yang terbatas namun banyak
kepentingan yang membutuhkannya. Hal tersebut menyebabkan degradasi tanah
semakin meningkat tajam setiap tahunnya, tak jarang timbul konflik agraria
mewarnai di berbagai belahan bumi Indonesia. Tanah merupakan Primary Factor bagi usaha tani dalam
mewujudkan suatu ketahanan pangan. Tiga pendekatan secara bersamaan dalam kasus
pengendalian alih fungsi tanah pertanian, yaitu melalui :
1. Regulation.
Melalui pendekatan ini pengambil kebijakan perlu menetapkan sejumlah aturan
dalam pemanfaatan lahan yang ada. Berdasarkan berbagai pertimbangan teknis,
ekonomis, dan sosial, pengambil kebijakan bisa melakukan pewilayahan (zoning) terhadap lahan yang ada serta
kemungkinan bagi proses alih fungsi. Selain itu, perlu mekanisme perizinan yang
jelas dan transparan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada
dalam proses alih fungsi lahan.
2. Acquisition and Management.
Melalui pendekatan ini pihak terkait perlu menyempurnakan sistem dan aturan
jual beli lahan serta penyempurnaan pola penguasaan lahan (land tenure system) yang ada guna mendukung upaya ke arah
mempertahankan keberadaan lahan pertanian.
3. Incentive and Charges.
Pemberian subsidi kepada para petani yang dapat meningkatkan kualitas lahan
yang mereka miliki, serta penerapan pajak yang menarik bagi mempertahankan
keberadaan lahan pertanian, merupakan bentuk pendekatan lain yang disarankan
dalam upaya pencegahan alih fungsi lahan pertanian. Selain itu, pengembangan
prasarana yang ada lebih diarahkan untuk mendukung pengembangan kegiatan
budidaya pertanian berikut usaha ikutannya.
Upaya pengendalian lainnya yang sesuai adalah
seperti yang diuraikan oleh Muhammad Iqbal dan Sumaryanto (2007:174-176) yaitu
pengendalian alih fungsi lahan pertanian dengan mewujudkan suatu kebijakan
alternatif. Kebijakan alternatif tersebut diharapkan mampu memecahkan kebuntuan
pengendalian alih fungsi lahan sebelumnya. Adapun komponennya antara lain
instrumen hukum dan ekonomi, zonasi, dan inisiatif masyarakat.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
Kesimpulan
- Kendal bagian utara merupakan wilayah yang sangat potensial untuk pengembangan pertanian utamanya pertanian lahan basah. Kabupaten Kendal bagian utara meliputi daerah Weleri, Rowosari, Kangkung, Cepiring, Gemuh, Ringinarum, Pegandon, Ngampel, Patebon, Brangsong Kaliwungu, dan Kendal, wilyah tersebut merupakan lumbung padi bagi Kabupaten Kendal. Lahan tersebut merupakan sawah-sawah yang mempunyai kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai) untuk tanaman lahan sawah tersebut subur dan beririgasi teknis. Konversi lahan pertanian menjadi non pertanian di Kendal bagian utara, dilatarbelakangi kebutuhan akan lahan yang semakin bertambah di ikuti dengan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat. Konversi lahan yang terjadi di wilayah Kendal bagian utara, banyak bergeser menjadi kawasan untuk perumaha, industri dan pertokoan.
- Upaya-upaya untuk mengendalikan alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian dapat dilakukan melalui (1) Regulasi sehingga pengambil kebijakan perlu menetapkan sejumlah aturan dalam pemanfaatan lahan yang ada. (2) Pihak terkait perlu menyempurnakan sistem dan aturan jual beli lahan serta penyempurnaan pola penguasaan lahan (land tenure system) yang ada guna mendukung upaya ke arah mempertahankan keberadaan lahan pertanian. (3) Pemberian subsidi kepada para petani yang dapat meningkatkan kualitas lahan yang mereka miliki. (4) Selain itu, pengembangan prasarana yang ada lebih diarahkan untuk mendukung pengembangan kegiatan budidaya pertanian berikut usaha ikutannya.
Saran
1. Pemerintah
daerah Kabupaten Kendal diharapkan menciptakan keterkaitan misi antar instansi
pemerintah sehingga mampu mengintegrasikan berbagai kepentingan yang berkenaan
dengan pengendalian lahan pertanian. Artinya, antar instansi pemda harus satu
kata untuk melarang terjadinya konversi lahan lahan walaupyn menguntungan dari
sisi ekonomi, namun dari sisi pertanian maupun lingkungan merugikan.
2. Pemda
secara intensif melakukan sosialisasi tentang peraturan konversi lahan
pertanian ke non pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Irawan, Juli 2005. “Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya,
dan Faktor Determinan. Hal 15 dalam Jurnal forum Penelitian Agro ekonomi Volume
23.
BPS.
2005. Kendal Dalam Angka. Semarang :
BPS.
Kurnia, Ganjar. 1996. Swasembada Beras, Sebuah
Renungan Pusat. Pusat Dinamika Pembangunan Unpad. Bandung.
Rusli,
S. 1995. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia.
Tjokrowinoto, Moeljarto. 1996.
Pembangunan Dilema dan Tantangan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Assalamualaikum kak, perkenalkan saya prima mahasiswi iesp Undip sedang melaksanakan tugas akhir dan ingin menjadikan skripsi kakak sebagai acuan skripsi saya dan saat ini perpustakaan belum buka sehingga saya tidak dapat melihat skripsi yang tersedia di perpus, jika kaka berkenan apakah saya boleh meminta soft file skripsi kakak? Terima kasih banyak
BalasHapus